Rabu, 30 Desember 2009

Fakta Ghoidir Khum…

Mungkin kita pernah mendengar hadits Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi, “Barang siapa menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka terimalah Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.” Hadits ini diucapkan Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam di sebuah tempat bernama Ghoidir Khum, sehingga hadits ini juga dikenal dengan nama Hadits Ghoidir Khum. Bagi agama Syiah Rafidah, hadits ini dianggap sebagai hadits Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam yang mengangkat Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhum sebagai khalifah pengganti setelah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam Benarkah demikian? Mari membahasnya lebih lanjut…

Hadit Ghoidir Khum mempunyai banyak jalur periwayatan dari kalangan sahabat, antara lain: Zaid bin Arqam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Buraidah bin Al-Hashib, Ali bin Abi Thalib, Abu Ayyub Al-Anshari, Albarra’ bin ‘Aazhib, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Abu Said Al-Khudri, dan Abu Hurairah ridwanullahi ‘alaihim jami’a. Dan para ulama hadits bersepakat untuk mengatakan bahwa hadit ini shahih. Disebagian kitab (terutama kitab-kitab Syiah Rafidah) hadits ini ditulis dengan tambahan, “Sesungguhnya ia adalah khalifahku setelah sepeninggalku nanti.” Setelah meneliti tambahan itu, ulama hadits bersepakat bahwa tambahan itu tidak shahih, dan tidak memiliki jalur periwayatan yang shahih pula.

Sudah menjadi kesepakatan dalam ilmu hadits, bahwa dalam menafsirkan sebuah hadits, hal yang tidak boleh luput dari perhatian adalah SEBAB/LATAR BELAKANG KELUARNYA HADITS TERSEBUT. Sekarang apa sebab/latar belakang keluarnya hadits Ghoidir Khum? Dalam berbagai kitab hadits, diceritakan peristiwa yang melatar belakangi keluarnya hadits ini…

Pada tahun 10 H, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam beserta para sahabat berangkat dari Madinah ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah Haji, yang kemudian dikenal dengan nama Haji Wada’. Namun, seperti diketahui bahwa sebelumnya ada sekelompok sahabat yang Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam utus ke Yaman untuk kepentingan dakwah. Maka kelompok sahabat ini juga bergerak menuju Mekkah untuk melaksanakan Haji bersama Rasulullah, dan kelompok sahabat ini dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib radiallahu ‘anhum dan sebagai wakilnya adalah sahabat Buraidah bin Al-Hashib radiallahu ‘anhum. Begitu rombongan sudah mendekati tempat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berada, maka Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum meninggalkan rombongan tersebut untuk bertemu dan melaporkan keberadaan mereka kepada Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam. Sepeninggal Ali, Buraidah mebuat keputusan untuk membagi harta rampasan peran berupa pakaian kepada rombongan dengan maksud agar mereka kelihatan lebih rapi ketika memasuki kota Mekkah dan bertemu dengan Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam. Namun begitu Ali kembali, beliau kaget dan marah melihat kejadian tersebut, dengan serta merta beliau memerintahkan untuk melepaskan pakaian-pakaian tersebut dan mengembalikan pada tempatnya semula, karena beliau berpendapat bahwa hanya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam yang berhak membagi harta rampasan perang pada waktu itu. Tindakan Ali membuat rombongan kecewa, sehingga terjadi perselisihan pendapat antara mereka. Maka begitu rombongan sampai di tempat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, Buraidah segera menghadap ke Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam dan menceritakan peristiwa dan perselisihan pendapat tersebut. Mendengar laporan tersebut, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam agak berubah wajahnya karena beliau tahu bahwa tindakan Ali adalah benar. Maka Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada Buraidah, “Bukankah saya lebih utama untuk diikuti dan dicintai oleh mukminin daripada diri mereka sendiri?”“Benar Ya Rasulullah.” Maka Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam melanjutkan sabdanya, “Barang siapa menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka terimalah Ali sebagai pemimpinnya.” Namun jauh dari perkiraan Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, ternyata perselisihan itu bukan hanya antara Buraidah dan Ali, tapi semua rombongan dari Yaman, bahkan meluas pada orang-orang yang bukan merupakan rombongan dari Yaman tersebut. Bahkan sebagian dari mereka menjelek-jelekkan Ali dengan kata yang tidak baik, yang dapat menjatuhkan nama baik Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum. Maka untuk menenangkan suasana, setelah melaksanakan ibadah Haji, saat Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam dan rombongan kaum Muslimin sampai di sebuah tempat yang bernama Ghoidir Khum, Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam berkhotbah di depan mereka mengenai perkara perselisihan tersebut. Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam juga mengulang kata-katanya yang diucapkan kepada Buraidah, “Barang siapa menganngap aku sebagai pemimpinnya, maka terimalah Ali sebagai pemimpinnya.” Maka setelah itu, suasana kembali kondusif… Buraidah menjawab,

Demikianlah latar belakang keluarnya Hadits Ghoidir Khum, dan dengan itu kita dapat mengetahui maksud hadits tersebut. Hadits tersebut memberikan pengertian kepada rombongan kaum Muslimin pada waktu itu, bahwa jika mereka masih menganggap Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai pemimpin mereka, maka mereka harus menerima Ali bin Abi Thali radiallahu 'anhum sebagai pemimpin dalam rombongan Yaman, karena Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri yang telah menunjuk Ali sebagai pemimpin Rombongan tersebut. Dan dengan ini pula, kita dapat mengetahui bahwa hadits ini bukanlah penunjukan Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum sebagai Khalifah pengganti Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, seperti klaim kelompok Syiah Rafidah…

Jika kita memaksakan diri bahwa hadits ini adalah penunjukan Ali sebagai Khalifah setelah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, maka konsekwensi dari itu adalah kita telah menuduh Abu Bakar radiallahu 'anhum, Umar bin Khattab radiallahu 'anhum, Utsman bin Affan radiallahu 'anhum, bahkan Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum sendiri tidak menjalankan perintah Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam. Okelah, kita mungkin bisa mengatakan bahwa ketiga khalifah pertamalah yang bersalah karena mereka yang merebut kekhalifaan dari tangan Ali, tapi kita harus ingat bahwa Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum juga ikut membai’at ketiga khalifah tersebut. Sebagian orang mengatakan bahwa bai’at Ali kepada Abu Bakar hanyalah bentuk taqiyah (salah satu metode syiah rafidah untuk menyembunyikan keyakinannya) karena keterpaksaan (Walaupun sangat tidak masuk akal, kalu orang seberani Ali dikatakan takut dan bisa dipaksa, di lain waktu kita akan membahas masalah ini), tapi bagaimana dengan bai’at kepada Umar bin Khattab radiallahu 'anhum, bahkan dalam pengangkatan Utsman bin Affan radiallahu 'anhum sebagai khalifah, Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum adalah salah seorang peserta yang terlibat dalam muswarah penunjukan Utsman.

Fakta lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menunjuk seseorang sebagai khalifah adalah peristiwa menjelang syahidnya Ali bin Abi Thalib radiallahu 'anhum setelah dipukul dengan pedang oleh seseorang yang bernama Abdurrahman bin Muljam (Orang ini adalah pengikut Ibnu Saba’). Sebagaimana diceritakan dalam banyak kitab sejarah yang membahas masalah ini, beberapa orang datang menemui beliau dan meminta beliau untuk menunjuk Hasan bin Ali radiallahu 'anhum putranya sebagai penggantinya, sebagaimana Abu Bakar radiallahu 'anhum menunjuk Umar bin Khattab radiallahu 'anhum. Namun mendengar permintaan itu, Ali berkata, “Saya tidak akan memerintahkan atau melarang kalian. Tapi saya akan meninggalkan kalian, sebagaimana Rasulullah meninggalkan kalian.” Ya, seperti Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam, Ali tidak menunjuk seseorang sebagai penggantinya! Wallahu a’lam…

Selengkapnya...

Kamis, 24 Desember 2009

Peristiwa Karbala, Antara Fakta dan Dusta!

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

URGENSI SANAD
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan dalam kitab Aqidah al-Wasithiyyah : "Ahlussunnah menahan lidah dari permasalahan atau pertikaian yang terjadi diantara para Sahabat Radhiyallahu 'anhum. Dan mereka juga mengatakan: “Sesungguhnya riwayat-riwayat yang dibawakan dan sampai kepada kita tentang keburukan-keburukan para Sahabat Radhiyallahu 'anhum (pertikaian atau peperangan) ada yang dusta dan ada juga yang ditambah, dikurangi dan dirubah dari aslinya (serta ada pula yang shahih-pen). Riwayat yang shahih. menyatakan, bahwa para Sahabat Radhiyallahu 'anhum ini ma'dzûrûn (orang-orang yang diberi udzur). Baik dikatakan karena mereka itu para mujtahid yang melakukan ijtihad dengan benar ataupun juga para mujtahid yang ijtihadnya keliru.”[1]

Ahlussunah wal Jama'ah memposisikan riwayat-riwayat ini. Ketiga riwayat ini bertebaran dalam kitab-kitab tarikh (sejarah). Dan ini mencakup semua kejadian dalam sejarah Islam, termasuk kisah pembunuhan Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma di Karbala. Sebagian besar riwayat tentang peristiwa menyedihkan ini adalah kebohongan belaka. Sebagian lagi dhaif dan ada juga yang shahih. Riwayat yang dinyatakan shahih oleh para ulama ahli hadits yang bersesuaian dengan kaidah ilmiah dalam ilmu hadits, inilah yang wajib dijadikan pedoman dalam mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Dari sini, kita dapat memahami betapa sanad itu sangat penting untuk membungkam para pendusta dan membongkar niat busuk mereka.

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, "Sanad itu senjata kaum muslimin, jika dia tidak memiliki senjata lalu apa yang dia pergunakan dalam berperang" Perkataan ini diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam kitab al-Madkhal.

'Abdullah bin Mubârak rahimahullah mengatakan, "Sanad ini termasuk bagian dari agama. kalau tidak ada isnad, maka siapapun bisa berbicara semaunya." Perkataan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih beliau rahimahullah.

Di tempat yang sama, Imam Muslim raimahullah juga membawakan perkataan Ibnu Sîrin, "Dahulu, mereka tidak pernah bertanya tentang sanad. Ketika fitnah mulai banyak, mereka mengatakan, "Sebutkanlah nama orang-orangmu yang meriwayatkannya" !

KRONOLOGI TERBUNUHNYA HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA
Berkait dengan peristiwa Karbala, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Orang-orang yang meriwayatkan pertikaian Husain Radhiyallahu 'anhu telah memberikan tambahan dusta yang sangat banyak, sebagaimana juga mereka telah membubuhkan dusta pada peristiwa pembunuhan terhadap 'Utsman Radhiyallahu 'anhu, sebagaimana mereka juga memberikan tambahan cerita (dusta) pada peristiwa-peristiwa yang ingin mereka besar-besarkan, seperti dalam riwayat mengenai peperangan, kemenangan dan lain sebagainya. Para penulis tentang berita pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhu, ada diantara mereka yang merupakan ahli ilmu (ulama) seperti al-Baghawi rahimahullah dan Ibnu Abi Dun-ya dan lain sebagainya. Namun demikian, diantara riwayat yang mereka bawakan ada yang terputus sanadnya. Sedangkan yang membawakan cerita tentang peristiwa ini dengan tanpa sanad, kedustaannya sangat banyak"[2]

Oleh karenanya, dalam pembahasan tentang peristiwa ini perlu diperhatikan sanadnya.

RIWAYAT SHAHIH TENTANG PERISTIWA KARBALA
Riwayat yang paling shahih ini dibawakan oleh Imam al-Bukhâri, no, 3748 :

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْحُسَيْنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنِي حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُتِيَ عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ زِيَادٍ بِرَأْسِ الْحُسَيْنِ فَجُعِلَ فِي طَسْتٍ فَجَعَلَ يَنْكُتُ وَقَالَ فِي حُسْنِهِ شَيْئًا فَقَالَ أَنَسٌ كَانَ أَشْبَهَهُمْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَخْضُوبًا بِالْوَسْمَةِ

"Aku diberitahu oleh Muhammad bin Husain bin Ibrâhîm, dia mengatakan : aku diberitahu oleh Husain bin Muhammad, kami diberitahu oleh Jarîr dari Muhammad dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan : Kepala Husain dibawa dan didatangkan kepada 'Ubaidullah bin Ziyâd[3]. Kepala itu ditaruh di bejana. Lalu 'Ubaidullah bin Ziyâd menusuk-nusuk (dengan pedangnya) seraya berkomentar sedikit tentang ketampanan Husain. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Diantara Ahlul bait, Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam." Saat itu, Husain Radhiyallahu 'anhu disemir rambutnya dengan wasmah (tumbuhan, sejenis pacar yang condong ke warna hitam)"

Kisahnya, Husain bin Ali Radhiyallahu 'anhuma tinggal di Mekah bersama beberapa Shahabat, seperti Ibnu 'Abbâs dan Ibnu Zubair Radhiyallahu 'anhuma. Ketika Muawiyah Radhiyallahu 'anhu meninggal dunia pada tahun 60 H, anak beliau Yazîd bin Muâwiyah menggantikannya sebagai imam kaum muslimin atau khalifah. Saat itu, penduduk Irak yang didominasi oleh pengikut 'Ali Radhiyallahu 'anhu menulis surat kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma meminta beliau Radhiyallahu 'anhuma pindah ke Irak. Mereka berjanji akan membai'at Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai khalifah karena mereka tidak menginginkan Yazîd bin Muâwiyah menduduki jabatan Khalifah. Tidak cukup dengan surat, mereka terkadang mendatangi Husain Radhiyallahu 'anhuma di Mekah mengajak beliau Radhiyallahu 'anhu berangkat ke Kufah dan berjanji akan menyediakan pasukan. Para Sahabat seperti Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhuma kerap kali menasehati Husain Radhiyallahu 'anhuma agar tidak memenuhi keinginan mereka, karena ayah Husain Radhiyallahu 'anhuma, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, dibunuh di Kufah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu khawatir mereka membunuh Husain juga disana. Husain Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Saya sudah melakukan istikharah dan akan berangkat kesana".
.
Sebagian riwayat menyatakan bahwa beliau Radhiyallahu 'anhuma mengambil keputusan ini karena belum mendengar kabar tentang sepupunya Muslim bin 'Aqil yang telah dibunuh di sana.

Akhirnya, berangkatlah Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarga menuju Kufah.

Sementara di pihak yang lain, 'Ubaidullah bi n Ziyâd diutus oleh Yazid bin Muawiyah untuk mengatasi pergolakan di Irak. Akhirnya, 'Ubaidullah dengan pasukannya berhadapan dengan Husain Radhiyallahu 'anhuma bersama keluarganya yang sedang dalam perjalanan menuju Irak. Pergolakan ini sendiri dipicu oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Dua pasukan yang sangat tidak imbang ini bertemu, sementara orang-orang Irak yang membujuk Husain Radhiyallahu 'anhuma, dan berjanji akan membantu dan menyiapkan pasukan justru melarikan diri meninggalkan Husain c dan keluarganya berhadapan dengan pasukan Ubaidullah. Sampai akhirnya, terbunuhlah Husain Radhiyallahu 'anhuma sebagai orang yang terzhalimi dan sebagai syahid. Kepalanya dipenggal lalu dibawa kehadapan 'Ubaidullah bin Ziyâd dan kepala itu diletakkan di bejana.

Lalu 'Ubaidullah yang durhaka[4] ini kemudian menusuk-nusuk hidung, mulut dan gigi Husain, padahal di situ ada Anas bin Mâlik, Zaid bin Arqam dan Abu Barzah al-Aslami Radhiyallahu 'anhum. Anas Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Singkirkan pedangmu dari mulut itu, karena aku pernah melihat mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium mulut itu!" Mendengarnya, orang durhaka ini mengatakan, "Seandainya saya tidak melihatmu sudah tua renta yang akalnya sudah sudah rusak, maka pasti kepalamu saya penggal."

Dalam riwayat at- Tirmidzi dan Ibnu Hibbân dari Hafshah binti Sirîn dari Anas Radhiyallahu 'anhu dinyatakan :

فَجَعَلَ يَقُوْلُ بِقَضِيْبٍ لَهُ فِي أَنْفِهِ

"Lalu 'Ubaidullah mulai menusukkan pedangnya ke hidung Husain Radhiyallahu 'anhu".

Dalam riwayat ath-Thabrâni rahimahullah dari hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu 'anhu :

فَجَعَلَ قَضِيْبًا فِي يَدِهِ فِي عَيْنِهِ وَأَنْفِهِ فَقُلْتُ ارْفَعْ قَضِيْبَكَ فَقَدْ رَأَيْتُ فَمَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَوْضِعِهِ

"Lalu dia mulai menusukkan pedang yang di tangannya ke mata dan hidung Husain Radhiyallahu 'anhu. Aku (Zaid bin Arqam) mengatakan, "Angkat pedangmu, sungguh aku pernah melihat mulut Rasulullah (mencium) tempat itu".

Demkian juga riwayat yang disampaikan lewat jalur Anas bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu :

فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَلْثِمُ حَيْثُ تَضَعُ قَضِيْبَكَ , قَالَ : " فَانْقَبَضَ

Aku (Anas bin Malik) mengatakan kepadanya, "Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium tempat dimana engkau menaruh pedangmu itu." Lalu Ubaidullah mengangkat pedangnya.

Demikianlah kejadiannya, setelah Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh, kepala beliau Radhiyallahu 'anha dipenggal dan ditaruh di bejana. Dan mata, hidung dan gigi beliau Radhiyallahu 'anhu ditusuk-tusuk dengan pedang. Para Sahabat Radhiyallahu anhum yang menyaksikan hal ini meminta kepada 'Ubaidullah orang durhaka ini, agar menyingkirkan pedang itu, karena mulut Rasulullah pernah menempel tempat itu. Alangkah tinggi rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan alangkah sedih hati mereka menyaksikan cucu Rasulullah Shallallahu 'aiahi wa sallam, orang kesayangan beliau n dihinakan di depan mata mereka.

Dari sini, kita mengetahui betapa banyak riwayat palsu tentang peristiwa ini yang menyatakan bahwa kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma diarak sampai diletakkan di depan Yazid rahimahullah. Para wanita dari keluarga Husain Radhiyallahu 'anhuma dikelilingkan ke seluruh negeri dengan kendaaraan tanpa pelana, ditawan dan dirampas. Semua ini merupakan kepalsuan yang dibuat Rafidhah (Syiah). Karena Yazid t saat itu sedang berada di Syam, sementara kejadian memilukan ini berlangsung di Irak.

Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah mengatakan, "Dalam riwayat dengan sanad yang majhul dinyatakan bahwa peristiwa penusukan ini terjadi di hadapan Yazid, kepala Husain Radhiyallahu 'anhuma dibawa kehadapannya dan dialah yang menusuk-nusuknya gigi Husain Radhiyallahu 'anhuma. Disamping dalam cerita (dusta) ini terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa cerita ini bohong, maka (untuk diketahui juga-red) para Sahabat yang menyaksikan peristiwa penusukan ini tidak berada di Syam, akan tetapi di negeri Irak. Justru sebaliknya, riwayat yang dibawakan oleh beberapa orang menyebutkan bahwa Yazid tidak memerintahkan 'Ubaidullah untuk membunuh Husain."[5]

Yazid rahimahullah sangat menyesalkan terjadinya peristiwa menyedihkan itu. Karena Mu'awiyah berpesan agar berbuat baik kepada kerabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka, saat mendengar kabar bahwa Husain dibunuh, mereka sekeluarga menangis dan melaknat 'Ubaidullah. Hanya saja dia tidak menghukum dan mengqisas 'Ubaidullah, sebagai wujud pembelaan terhadap Husain secara tegas.[6]

Jadi memang benar, Husain Radhiyallahu 'anhuma dibunuh dan kepalanya dipotong, tapi cerita tentang kepalanya diarak, wanita-wanita dinaikkan kendaraan tanpa pelana dan dirampas, semuanya dhaif (lemah). Alangkah banyak riwayat dhaif serta dusta seputar kejadian menyedihkan ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di atas.

Kemudian juga, kisah pertumpahan darah yang terjadi di Karbala ditulis dan diberi tambahan-tambahan dusta. Tambahan-tambahan dusta ini bertujuan untuk menimbulkan dan memunculkan fitnah perpecahan di tengah kaum muslimin. Sebagian dari kisah-kisah dusta itu bisa kita dapatkan dalam kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Minhâjus Sunnah IV/517 dan 554, 556 :
- Ketika Hari pembunuhan terhadap Husain, langit menurunkan hujan darah lalu menempel di pakaian dan tidak pernah hilang dan langit nampak berwarna merah yang tidak pernah terlihat sebelum itu.
- Tidak diangkat sebuah batu melainkan di bawahnya terdapat darah penyembelihan Husain Radhiyallahu 'anhuma.
- Kemudian mereka juga menisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebuah perkataan yang berbunyi :

هَؤُلَاءِ وَدِيْعَتِيْ عِنْدَكُمْ

Mereka ini adalah titipanku pada kalian, kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat :

"Katakanlah:"Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan" [asy Syûrâ/42:23]

Riwayat ini dibantah oleh para ulama diantaranya Ibnu Taimiyyah rahimahullah dengan mengatakan, "Apa masuk di akal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menitipkan kepada makhluk padahal Allah Azza wa Jalla tempat penitip yang terbaik. Sedangkan ayat di atas yang mereka anggap diturunkan Allah Azza wa Jalla berkenaan dengan peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma, maka ini juga merupakan satu bentuk kebohongan. Karena ayat ini terdapat dalam surat as-Syûrâ dan surat ini Makkiyah. Allah Azza wa Jalla menurunkan surat ini sebelum Ali Radhiyallahu 'anhu dan Fathimah Radhiyallahu anha menikah.

HUSAIN RADHIYALLAHU 'ANHUMA TERBUNUH SEBAGAI ORANG YANG TERZHALIMI DAN MATI SYAHID
Ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Pendapat ini berada diantara dua pendapat yang saling berlawanan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, "Tidak disangsikan lagi bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan syahid. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan tindakan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari para pelaku pembunuhan dan orang-orang yang membantu pembunuhan ini. Di sisi lain, merupakan musibah yang menimpa kaum muslimin, keluarga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya. Husain Radhiyallahu 'anhuma berhak mendapatkan gelar syahid, kedudukan dan derajat ditinggikan".[7]

Kemudian, di halaman yang sama, Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma tidak lebih besar daripada pembunuhan terhadap para rasul. Allah Azza wa Jalla telah memberitahukan bahwa bani Israil telah membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Pembunuhan terhadap para nabi itu lebih besar dosanya dan merupakan musibah yang lebih dahsyat. Begitu pula pembunuhan terhadap 'Ali Radhiyallahu 'anhu (bapak Husain Radhiyallahu 'anhuma) lebih besar dosa dan musibahnya, termasuk pembunuhan terhadap 'Utsman juga Radhiyallahu 'anhu.

Ini merupakan bantahan telak bagi kaum Syi'ah yang meratapi kematian Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun, tidak meratapi kematian para nabi . Padahal pembunuhan yang dilakukan oleh bani Israil terhadap para nabi tanpa alasan yang benar lebih besar dosa dan musibahnya. Ini juga menunjukkan bahwa mereka bersikap ghuluw (melampau batas) kepada Husain Radhiyallahu 'anhu.
Sikap ghuluw ini mendorong mereka membuat berbagai hadits palsu. Misalnya, riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan, pembunuh Husain Radhiyallahu 'anhu akan berada di tabut (peti yang terbuat dari api), dia mendapatkan siksa setengah siksa penghuni neraka, kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai dari api neraka, ditelungkupkan sampai masuk ke dasar neraka dan dalam keadaan berbau busuk, penduduk neraka berlindung dari bau busuk yang keluar dari orang tersebut dan dia kekal di dalamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah rahimahullah mengomentari riwayat ini dengan mengatakan, "Hadits ini termasuk di antara riwayat yang berasal dari para pendusta".

MENYIKAPI PERISTIWA KARBALA
Menyikapi peristiwa wafatnya Husain Radhiyallahu 'anhuma, umat manusia terbagi menjadi tiga golongan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, "Dalam menyikapi peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma, manusia terbagi menjadi tiga : dua golongan yang ekstrim dan satu berada di tengah-tengah.

Golongan Pertama : Mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma itu merupakan tindakan benar. Karena Husain Radhiyallahu 'anhuma ingin memecah belah kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيْدُ أَنْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوْهُ

"Jika ada orang yang mendatangi kalian dalam keadaan urusan kalian berada dalam satu pemimpin lalu pendatang hendak memecah belah jama'ah kalian, maka bunuhlah dia" [8]

Kelompok pertama ini mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma datang saat urusan kaum muslimin berada di bawah satu pemimpin (yaitu Yazid bin Muawiyah) dan Husain Radhiyallahu 'anhuma hendak memecah belah umat.

Sebagian lagi mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma merupakan orang pertama yang memberontak kepada penguasa.. Kelompok ini melampaui batas, sampai berani menghinakan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Inilah kelompok 'Ubaidullah bin Ziyâd, Hajjâj bin Yusûf dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin Muâwiyah rahimahullah tidak seperti itu. Meskipun tidak menghukum 'Ubaidullah, namun ia tidak menghendaki pembunuhan ini.

Golongan Kedua : Mereka mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhu adalah imam yang wajib ditaati; tidak boleh menjalankan suatu perintah kecuali dengan perintahnya; tidak boleh melakukan shalat jama'ah kecuali di belakangnya atau orang yang ditunjuknya, baik shalat lima waktu ataupun shalat Jum'at dan tidak boleh berjihad melawan musuh kecuali dengan idzinnya dan lain sebagainya. [9]

Kelompok pertama dan kedua ini berkumpul di Irak. Hajjâj bin Yûsuf adalah pemimpin golongan pertama. Ia sangat benci kepada Husain Radhiyallahu 'anhuma dan merupakan sosok yang zhalim. Sementara kelompok kedua dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi 'Ubaid yang mengaku mendapat wahyu dan sangat fanatik dengan Husain Radhiyallahu 'anuhma. Orang inilah yang memerintahkan pasukannya agar menyerang dan membunuh 'Ubaidullah bin Ziyad dan memenggal kepalanya.

Golongan Ketiga : Yaitu Ahlussunnah wal Jama'ah yang tidak sejalan dengan pendapat golongan pertama, juga tidak dengan pendapat golongan kedua. Mereka mengatakan bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Inilah keyakinan Ahlussunnah wal Jama'ah, yang selalu berada di tengah antara dua kelompok.

Ahlussunnah mengatakan Husain Radhiyallahu 'anhuma bukanlah pemberontak. Sebab, kedatangannya ke Irak bukan untuk memberontak. Seandainya mau memberontak, beliau Radhiyallahu 'anhuma bisa mengerahkan penduduk Mekah dan sekitarnya yang sangat menghormati dan menghargai beliau Radhiyallahu 'anhuma. Karena, saat beliau Radhiyallahu 'anhuma di Mekah, kewibaannya mengalahkan wibawa para Sahabat lain yang masih hidup pada masa itu di Mekkah. Beliau Radhiyallahu 'anhuma seorang alim dan ahli ibadah. Para Sahabat sangat mencintai dan menghormatinya. Karena beliaulah Ahli Bait yang paling besar.

Jadi Husain Radhiyallahu 'anhuma sama sekali bukan pemberontak. Oleh karena itu, ketika dalam perjalanannya menuju Irak dan mendengar sepupunya Muslim bin 'Aqîl dibunuh di Irak, beliau Radhiyallahu 'anhuma berniat untuk kembali ke Mekkah. Akan tetapi, beliau Radhiyallahu 'anhuma ditahan dan dipaksa oleh penduduk Irak untuk berhadapan dengan pasukan 'Ubaidullah bin Ziyâd. Akhirnya, beliau Radhiyallahu 'anhuma tewas terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid.

SETAN MENYEBARKAN BID'AH
Syaikhul Islam mengatakan[10], "Dengan sebab kematian Husain Radhiyallahu 'anhuma, setan memunculkan dua bid'ah di tengah manusia.

Pertama : Bid'ah kesedihan dan ratapan para hari Asyûra (di negeri kita ini, acara bid'ah ini sudah mulai diadakan-pen) seperi menampar-nampar, berteriak, merobek-robek, sampai-sampai mencaci maki dan melaknat generasi Salaf, memasukkan orang-orang yang tidak berdosa ke dalam golongan orang yang berdosa. (Para Sahabat seperti Abu Bakar dan Umar dimasukkan, padahal mereka tidak tahu apa-apa dan tidak memiliki andil dosa sedikit pun. Pihak yang berdosa adalah yang terlibat langsung kala itu). Mereka sampai mereka berani mencaci Sâbiqûnal awwalûn. Kemudian riwayat-riwayat tentang Husain Radhiyallahu 'anhuma dibacakan yang kebanyakan merupakan kebohongan. Karena tujuan mereka adalah membuka pintu fitnah (perpecahan) di tengah umat.

Kemudian Syaikhul Islam rahimahullah juga mengatakan , "Di Kufah, saat itu terdapat kaum yang senantiasa membela Husain Radhiyallahu 'anhuma yang dipimpin oleh Mukhtâr bin Abi 'Ubaid al-Kadzdzâb (karena dia mengaku mendapatkan wahyu-pen). Di Kufah juga terdapat satu kaum yang membenci 'Ali dan keturunan beliau Radhiyallahu 'anhum. Di antara kelompok ini adalah Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi. Dalam sebuah hadits shahîh dijelaskan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

سَيَكُوْنُ فِي ثَقِيْفٍ كَذَّابٌ وَمُبِيْرٌ

"Akan ada di suku Tsaqif seorang pendusta dan perusak"

Orang Syi'ah yang bernama Mukhtâr bin Abi 'Ubaid itulah sang pendusta . Sedangkan sang perusak adalah al-Hajjaj. Yang pertama membuat bid'ah kesedihan, sementara yang kedua membuat bid'ah kesenangan. Kelompok kedua ini pun meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa barangsiapa melebihkan nafkah keluarganya pada hari 'Asyûra, maka Allah Azza wa Jalla melonggarkan rezekinya selama setahun itu."

Juga hadits, "barangsiapa memakai celak pada hari 'Asyûra, maka tidak akan mengalami sakit mata pada tahun itu dan lain sebagainya.

Kedua : Bida'ah yang kedua adalah bid'ah kesenangan pada hari Asyura : Karena itu, para khatib yang sering membawakan riwayat ini - karena ketidaktahuannya tentang ilmu riwayat atau sejarah - , sebenarnya secara tidak langsung, masuk ke dalam kelompok al-Hajjâj, kelompok yang sangat membenci Husain Radhiyallahu 'anhuma. Padahal wajib bagi kita meyakini bahwa Husain Radhiyallahu 'anhuma terbunuh dalam keadaan terzhalimi dan mati syahid. Dan wajib bagi kita mencintai Sahabat yang mulia ini dengan tanpa melampaui batas dan tanpa mengurangi haknya, tidak mengatakan Husain c seorang imam yang ma'sum (terbebas dari semua kesalahan), tidak pula mengatakan bahwa pembunuhan terhadap Husain c itu adalah tindakan yang benar. Pembunuhan terhadap Husain Radhiyallahu 'anhuma adalah tindakan maksiat kepada Allah dan RasulNya.

Itulah sekilas mengenai beberapa permasalahan yang berhubungan dengan peristiwa pembunuhan Husain Radhiyallahu 'anhuma. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan. Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menghindarkan kita semua dari berbagai fitnah yang disebarkan oleh setan dan para tentaranya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Syarhu al'Aqidah al-Wâsithiyyah Syaikh Sholeh al-Fauzan hal.198,
[2]. Minhâjus Sunnah (IV/556)
[3]. Komandan pasukan yang memerangi Husain, pada tahun 60-61 H di Irak di sebuah daerah yang bernama Karbala
[4]. Ia disebut orang durhaka, karena dia tidak diperintah untuk membunuh Husain Radhiyallahu 'anhuma, namun melakukannya.
[5]. Minhâjus Sunnah (IV/557)
[6]. Lihat Minhâjus Sunnah (V/557-558)
[7]. Minhâjus Sunnah (IV/550)
[8]. HR. Muslim, kitabul Imârah
[9]. Minhâjus Sunnah (IV/553)
[10]. IV/554

Selengkapnya...

Minggu, 29 November 2009

Betul Traore, Tato Tidak Boleh Dalam Islam!

Nama Armand Traore mungkin tidak setenar Nicolas Anelka atau Robin van Persie dalam jagat sepakbola dunia. Tapi bersama dengan kedua orang itu, Arman Traore adalah seorang pesepak bola Muslim di Liga Primer Inggris.

Ada sesuatu yang lain sekarang dalam cara berpikir gelandang klub Arsenal yang mulai sering dimainkan oleh pelatih Arsene Wenger. Ia akan menghapus seluruh tato di tubuhnya. Alasannya, karena Islam—sebagai agamanya—telah melarang tato di sekujur tubuhnya.

"Saya akan menjalani operasi pada akhir musim untuk menghilangkan tato," katanya kepada Arsenal Matchday.

"Saya berencana untuk melakukannya di musim panas. Mereka (para dokter) akan menempatkan saya di bawah anestesi dan kemudian melakukan itu semua, dan ketika saya terbangun semuanya akan lenyap.

"Perlu sedikit waktu pemulihan jadi saya akan melakukannya pada akhir musim sepak bola."

Traore, 20, merasa bahwa memiliki tato dalah kesalahan besar, dan ia menyesal untuk itu.

"Kalau saya telah menjalani agama saya dengan benar sebelum saya memiliki tato, saya tidak akan pernah memiliki tato," jelasnya.

"Saya pikir itu salah satu kesalahan terbesar dalam hidup saya, tapi saya akan mencoba memperbaikinya.

"Saya telah mendapatkan manfaat agama saya secara pribadi dan dalam karir saya. Saya selalu menjadi seorang muslim tetapi saya tidak benar-benar berlatih untuk itu, saya hanya berkata kepada orang-orang ‘saya seorang Muslim '. Ini merupakan perkembangan secara bertahap. " Betul, Armand. Tato memang dilarang dalam Islam. (Era Muslim)

Selengkapnya...

Jumat, 27 November 2009

Bukan Sekedar Ibnu Saba’!

Ketika berbicara tentang sejarah munculnya syiah, kebanyakan orang berkonsentrasi pada sejarah seseorang yang bernama Abdullah bin Saba’ (Selanjutnya kita tulis Ibnu Saba’), seorang yahudi yang berpura-pura masuk Islam untuk merusak Islam dari dalam. Akan tetapi, rasanya terlalu berlebihan jika seorang Ibnu Saba’ dijadikan faktor tunggal munculnya “para penyempal aqidah” ini. Beberapa ahli sejarah menemukan fakta, bahwa faktor Ibnu Saba’ juga didukung oleh faktor lain. Faktor lain yang dimaksud adalah faktor Imperium Persia -sekarang Iran-, yang ditaklukkan oleh kaum muslimin dibawah pimpinan Umar bin Khattab radiallahu anhum.

Sejarah telah menuliskan, bahwa dari dahulu kala sebelum masa kenabian selalu terjadi persaingan antara bangsa Persia dan bangsa Arab, baik dari segi kebudayaan maupun dari segi kepercayaan agama. Persaingan ini sering berujung pada peperangan yang berakhir pada kemenangan bangsa Persia (Syiah, Imam Mahdi dan Duruz: Sejarah dan Fakta oleh Abd al-Mun’im al-Nimr -edisi terjemahan oleh Ali Mustafa Ya’qub-; Qisthi Press,Jakarta 2003, hal. 26 dan seterusnya). Namun zaman kegemilangan bangsa Persia berakhir di era kekhalifaan Umar bin Khattab radiallahu anhum, dimana Kerajaan Sasanid Persia berhasil diruntuhkan oleh kaum muslimin, dan pemerintahannya pun diganti dengan pemerintahan Islam. Hal tersebut menjadi tragedi yang sangat menyakitkan bagi bangsa Persia. Sebagian dari mereka memeluk Islam dengan ikhlas, tapi sebagian lagi –pada umumnya- memeluk Islam dengan pura-pura dengan tujuan menghancurkan Islam dari dalam (Syiah, Imam Mahdi dan Duruz: Sejarah dan Fakta oleh Abd al-Mun’im al-Nimr -edisi terjemahan oleh Ali Mustafa Ya’qub-; Qisthi Press,Jakarta 2003, hal. 31 dan seterusnya).

Sejak itu, mereka berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghancurkan Islam. Kejayaan pertama gerakan munafiqin ini adalah ketika mereka berhasil melancarkan operasi pembunuhan terhadap Umar bin Khattab radiallahu anhum, kemudian dilanjutkan dengan bantuan Ibnu Saba’, mereka menaburkan benih-benih kedengkian yang akhirnya berujung pada terbunuhnya Utsman bin Affan radiallahu anhum. Pasca terbunuhnya Utsman bin Affan radiallahu anhum, kaum muslimin sepakat membaiat Ali bin Abi Thalib radiallahu anhum sebagai khalifah. Namun ketika itu, terjadi perbedaan pendapat diantara para sahabat perihal pembunuh Utsman. Ali bin Abi Thalib radiallahu anhum beserta beberapa sahabat lain berpendirian untuk menunda hukuman kepada pembunuh Utsman karena negara sedang dalam keadaan kacau dan tidak terkendali, sedangkan Muawiyyah dan beberapa sahabat lain (termasuk ummul mukminin Aisyah radiallahu anha) berpendapat agar hukuman terhadap pembunuh Utsman segera dijalankan, dan justru itulah yang akan menenangkan suasana dan kembali mempersatukan kaum muslimin. Keadaan ini dimanfaatkan dengan sangat baik oleh bangsa Persia dengan menyebarkan isu bahwa kedua kelompok telah bersiap-siap untuk saling serang, sehingga akhirnya terjadilah perang Siffin dan perang Jamal

(Kisah-kisah sejarah dalam peristiwa-peristiwa di atas banyak yang tidak benar sekalipun yang tertulis dalam rujukan formal seperti silabus sejarah persekolahan dan buku-buku di pasaran. Kisah di atas sebenarnya patut diterima berdasarkan manhaj Ahl al-Hadis -metode kajian sanad- dan bukannya manhaj Ahl al-Tarikh –metode meriwayatkan semua cerita-. Oleh itu disarankan beberapa rujukan berikut sebagai sumber sahih dalam menilai peristiwa-peristiwa di atas:

1. Abu Bakar Ibn alArabi [543H]; dalam “alAwasim min al-Qawasim fi Tahqiq Mawaqif al-Shahabah ba’da Wafat al-Nabi” dengan tahqiq Muhib al-Din al-Khatib [1389H] -Dar al-Jail, Beirut -1994- dan telah diterjemahkan dengan lengkap oleh Abu Mazaya & Ali Mahfuz dengan judul “Benteng-Benteng Penahan Kehancuran: Satu Upaya dalam Membela Para Sahabat Nabi s.a.w” -Darul Iman, Sri Gombak 2002-.

2. Muhammad bin Yahya al-Andalusi [741H] dalam “al-Tamhid wa al-Bayan fi Maqatil al-Syahid Utsman bin Affan” dengan tahqiq Karam Hilmi Farhat Ahmad -Dar al-Arabiyyah, Kaherah 2002-.

3. Muhammad Amahzun dalam “Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fi al-Fitnah min Riwayat al-Imam al-Tabari wa al-Muhadditsin” -Dar al-Thayyibah, Riyadh 1999- dan telah diterjemahkan secara ringkas oleh Rosihan Anwar dengan judul “ Meluruskan Sejarah Islam, Studi Kritis Peristiwa Tahkim” -Pustaka Setia, Bandung 1999-.

4. Muhammad Asri Zainul Abidin dalam “Pertelingkahan Para Sahabat Nabi (s.a.w): Antara Ketulenan Fakta dan Pembohongan Sejarah, Edisi Kedua” -Pustaka Yamien, Gombak 2003-.

5. Ibrahim Ali Sya’wat dalam “Kesalahan-Kesalahan Terhadap Fakta-Fakta Sejarah yang Perlu Diperbetulkan Semula” -edisi terjemahan oleh Basri bin Ibrahim; Jahabersa, Johor Bahru 2003-)

Setelah peristiwa perang Siffin dan perang Jamal, fitna berlanjut pada terbunuhnya Husain bin Ali radiallahu anhum di tangan pasukan Yazid bin Muawiyyah di Karbala. Berpuas hati dengan semua yang terjadi, mereka kemudian mengangkat Ali bin Husain sebagai khalifah. Pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa mesti Ali bin Husain? Mengapa bukan yang lain? Mengapa bukan keturunan Hasan? Oleh para penganut syiah, biasanya menjawab bahwa nama Ali bin Husain-lah yang disebut dalam nash hadits. Padahal, jika kita meneliti hadits-hadits mereka, tidak ada satu sanadpun yang sampai pada Rasulullah saw. Jawaban yang paling masuk akal adalah karena Ali bin Husain berasal dari isteri Husain yang bernama Syahr Banu, seorang putri keturunan Raja Persia (Mamduh Farhan al-Buhairi al-Syiah Minhum Alaihim, hal. 124. Perkawinan ini diakui oleh sumber Syiah sendiri, antaranya rujuk buku 14 Manusia Suci oleh Dewan Ulama Organisasi Dakwah Islam, Teheran, edisi terjemahan oleh Yudi Nur Rahman; Pustaka Hidayah, Bandung 2000, hal. 117). Itulah sebabnya, keturunan dari isteri Husain dan Hasan yang lain tidak mereka masukkan ke dalam lingkaran ahlul bait yang ma’shum karena tidak memiliki darah Persia. Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan, dan Husain mereka masukkan sekedar pembenaran untuk mereka (Untuk mengetahui silsilah keturunan Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain, lihat buku Ibnu Umar yang berjudul “Hukum Ulama Islam Terhadap Shiah: Dahulu dan Sekarang” -Virtue Publications, Kuala Lumpur 1987-, hal. 13)Ringkasnya, kita semua mengetahui bahawa banyak umat Islam sekarang yang memiliki silsilah ahlul bait yang berpangkal kepada Hasan dan Husain. Akan tetapi hanya satu dari silsilah ini yang diambil oleh Syiah untuk dinobatkan sebagai Imam, yaitu silsilah yang memiliki darah kesultanan Persia saja. Hal tersebut akan semakin jelas, jika kita mengetahui bahwa sifat-sifat yang dilekatkan syiah pada para imamnya, sama dengan sifat-sifat yang dilekatkan bangsa Persia pada rajanya. Seperti sifat suci (ma’shum) dan kekuasaan dalam menentukan syariat agama, termasuk konsep pewarisan kekuasaan (Silahkan rujuk: 1. Muhammad al-Bandadi “al-Tasyaiyubaina Mafhum al-Aimmah wa al-Mafhum al-Farisi” -Dar ‘Ammar, Amman 1988-. 2. Muhammad Amahzun “ Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fi al-Fitan, jld.2”, hal. 267. Edisi terjemahan, lihat hal. 81-82. 3. Muhammad Abu Zahrah “ Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah -Dar al-Fikir al-Arabi, Kaherah tp. thn.), hal. 35. Bahagian pertama buku ini telah diterjemahkan oleh Abd Rahman Dahlan & Ahmad Qarib dengan judul “Aliran Politik dan Akidah dalam Islam” -Logos, Jakarta 1996-, lihat hal. 38-39. 4. “Syiah Rafidhah Imamiyah Ja'fariyah Saba'iyah” http://www.syiah.net Powered by: Joomla! Generated: 9 November 2009, 06:084. 5. Ehsan Yarshater (editor) “ The Cambridge History of Iran” -Cambridge Univ. Press 1983-, jld 3: The Seleucid, Parthian and Sasanid Periods).

Sayangnya, berkat ilmu dan hidayah yang Allah karuniakan pada Ali bin Husain dan keturunannya, mereka semua menolak pengangkatan diri mereka sebagai imam. Mereka berkeyakinan, bahwa imam yang ma’shum dan imam sebagai penentu syariat agama bertentangan dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Mereka sangat menghormati Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan sebagai tiga khalifah pertama yang memiliki keutamaan dan kemuliaan masing-masing. Namun orang-orang Syiah menolak keyakinan Ali bin Husain dan keturunannya ini, dan untuk melanggengkan aqidah mereka, mereka melakukan banyak kedustaan yang disandarkan pada Ali bin Husain dan keturunannya.

Ali bin Husain, berkata tentang orang-orang yang mengaku mengikutinya, “Sesungguhnya mereka menangisi kematian kami, padahal siapakah yang membunuhi kami, kalau bukan mereka?” (Al Mufid, dalam kitab Al-Irsyad, hal. 241).

Masalah kemudian muncul ketika keturunan Ali bin Husain terhenti pada Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ja’far al-Askari, karena beliau tidak memiliki anak. Untuk mengatasi masalah ini, mereka kemudian menciptakan kebohongan lagi bahwa beliau memilik seorang anak yang sekarang bersembunyi dalam sebuah gua, dan kelak akan muncul sebagai Imam Mahdi di akhir zaman (mengkonpromikan dengan aqidah Ahlu Sunnah). Kebohongan inilah yang kemudian dikenal dengan konsep Imam yang Gaib (Ibrahim Amini “al-Imam al-Mahdi: The Just Leader of Humanity” –Ansariyan Publication, Tehran 1997-). Sayang, tidak semua dari mereka bisa menerima teori ini sehingga setelah wafatnya Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ja’far al-Askari mereka terpecah menjadi 14 hingga 20 golongan (Moojan Momen dalam bukunya “ An Introduction to Shi’i Islam” -Yale Univ. Press,1985-, hal. 59).

Jadi, sangat jelas bagi kita bahwa sejara munculnya syiah tidak bisa kita lepaskan dari peranan bangsa Persia yang sekarang kita kenal dengan nama Iran. Tidaklah terlalu mengherankan jika Iran sekarang menjadi pusat dakwah, kajian, dan penyebaran agama ini. Kebanyakan tokoh-tokoh syiah juga berasal dari negeri ini.

Kondisi Mutakhir.

Persia sekarang berkembang dengan nana Iran, di bawah pimpinan Ahmadinejad. Di media-media, Ahmadinejad aktif menyuarakan pembebasan Palestina. Bahkan ia membuat semua orang tercengang dengan ucapannya untuk mengahapus Israel dari Peta Dunia. Harus kita akui, inilah sifat yang tepat untuk seorang pemimpin Islam! Sikap Ahmadinejad ini, memberi angin syurga bagi para da’i Syiah. Mereka mengkampanyekan bahwa Iran dengan syiah-nya lah yang terus menerus memperjuangkan pembebasan Palestina dari cengkraman Israel dan Amerika Serikat. Mereka semakin sumringah melihat sikap Kerajaan Arab Saudi yang justru kooperatif dengan Amerika Serikat. Mereka lalu mengkampanyekan, bahwa Arab Saudi dengan Ahlu Sunnah-nya tidak berbuat apa-apa untuk memperjuangkan Palestina.

Namun sangat disayangkan, Ahmadinejad hanya berkoar-koar diberbagai forum dan media, namun kita tidak pernah mendengar ada kesatuan mujahid dari Iran atau satu milisi Syiah yang berjuang di tanah Palestina. Hizbullah dengan berbagai rudalnya yang katanya dapat meluluh lantakkan Israel juga hanya berdiam diri di Libanon, malahan diberbagai media tersiar kabar bahwa mereka justru sedang meneror penduduk-penduk yang ada di Pegunungan Libanon yang mayoritas Ahlu Sunnah. Berita lain yang tidak kalah mencengankan adalah munculnya pemberontakan di Yaman yang di motori oleh kelompok-kelompok Syiah. Inikah bentuk perlawanan kepada Israel dan Amerika Serikat?

Hal yang lucu, ketika membicarakan perjuangan Ahlu Sunnah para da’i Syiah selalu menunjuk Arab Saudi dengan Raja Suud, seakan-akan hanya Arab Saudi Negara yang berpenduduk mayoritas Ahlu Sunnah. Tapi mereka menutup mata dan telinga dari fakta yang menyatakan bahwa faksi-faksi mujahid yang berjuang di tanah Palestina, Afghanistan, Checnya, Moro, Pattani, dan medan-medan jihad lainnya mayoritas berasal dari Arab Saudi, Mesir, Yaman, Sudan, bahkan Indonesia yang berpenduduk mayoritas Ahlu Sunnah. Mereka juga tidak melihat bagaimana Kuwait yang berpenduduk mayoritas Syiah, pemerintahnya juga bersifat kooperatif dengan Amerika Serikat.

Peristiwa perang Irak juga sangat menarik untuk kita cermati. Ketika Amerika Serikat dengan sekutunya menyerang Irak, yang melakukan perlawan adalah milisi-milisi Ahlu Sunnah, terus bagaimana dengan orang-orang Syiah yang katanya mayoritas di sana? Mereka justru menyambut kedatangan tentara sekutu bak pahlawan. Namun setelah Saddam Husein terguling, dan mereka menguasai pemerintahan, mereka baru melakukan penolakan terhadap keberadaan tentara sekutu di Irak. Pertanyaannya, dari dulu kemana saja sih bung? Saya hanya ingin mengatakan, bahwa kebenaran dari sebuah faham sangat tidak benar sekali, jika dilihat dari sebuah negara atau pemerintahan Negara tersebut. Tapi, mempelajari sejarah memberi pencerahan kepada kita, bahwa hal seperti itu sangatlah tidak mengherankan dilakukan oleh orang-orang Syiah, karena agama mereka, selain berasal dari jasa Ibnu Saba’ juga digerakkan oleh fanatisme kebangsaan (nasionalisme, yang merupakan berhala baru!).

Selengkapnya...

Minggu, 15 November 2009

Para Profesor Norwegia: Tutup Universitas Israel!

Bukan dari Negara Arab. Atau dari negeri Muslim lainnya. Tapi gelombang penolakan terhadap Israel justru lebih banyak muncul dari Negara-negara yang mayoritas sama sekali bukan Muslim. Setelah Brazil, Spanyol, dan Turki, sekarang muncul dari Norwegia.

Kemarin Selasa (3/11), sekelompok profesor di Norwegia menyerukan memboikot terhadap akademisi Israel karena diskriminasi "sistematis" terhadap mahasiswa Palestina. Para profesor ini juga menyatakan bahwa akademisi Israel sudah mengubah sejarah untuk mengembangkan ideologi Zionis.

Universitas Sains dan Teknologi (NTNU) "sistematis", di mana para profesor ini bekerja, melakukan aksi boikot terhadap Israel setelah menerima usulan dari 30 para profesor yang mengatakan tujuan mereka adalah menempatkan "tekanan" pada Israel untuk mengakhiri penajajahan tanah Palestina.

"Kami, yang telah menandatangani surat ini, yakin bahwa sudah waktunya lembaga-lembaga akademis memberikan kontribusi terhadap tekanan internasional terhadap Israel sehingga perundingan antara Israel, pihak berwenang Palestina yang terpilih secara demokratis dan masyarakat internasional dapat dimulai," begitu isi petisi mereka.

Kelompok professor ini juga menyebutkan bahwa universitas dan institusi pendidikan tinggi Israel memainkan "peran penting dalam kebijakan penindasan" dan berkata "sejarawan dan arkeolog menduduki posisi penting dalam perkembangan ideologi Zionis dan penolakan terhadap sejarah Palestina dan identitasnya."

Contohnya adalah serangan ke Gaza yang menimbulkan " penderitaan besar manusia." Surat itu juga mengecam lembaga Israel yang diskriminasi terhadap staf dan mahasiswa Palestina. Para professor ini mengatakan Israel tidak menghargai "cita-cita universitas dan kebebasan akademik."

Kelompok ini menyerukan untuk "menutup pendidikan, penelitian, dan lembaga-lembaga kebudayaan dari negara Israel dan wakil-wakil mereka, tanpa memandang agama atau kebangsaan" dan mengatakan mereka berharap itu akan terus "sampai dikeluarkan jaminan bahwa pendudukan tanah Palestina akan dihentikan. "

Dewan direksi di NTNU, universitas terbesar kedua di Norwegia yang terletak di kota barat Trondheim, telah setuju untuk mempertimbangkan gerakan ini. Anne Katherine Dahl, seorang penasehat presiden dari NTNU, mengatakan, "Dari NTNU tidak akan ada komentar lebih lanjut sampai dewan menyimpulkan pada 12 November nanti.". Dewan terdiri dari 11 anggota: empat wakil dari negara, empat dari staf universitas, dua perwakilan mahasiswa dan satu dari staf sementara. Nah, negeri Muslim, mengapa masih diam saja? (Era Muslim)

Selengkapnya...

Kamis, 12 November 2009

26 Tahun, Refleksi Perjalanan Hidupku...

Tak terasa, mungkin itu kata yang paling tepat untuk usiaku yang genap 26 tahun menurut perhitungan masehi. Rasanya, baru kemarin ayahku mengantarku ke sebuah SD di sebuah desa di Kab. Pinrang untuk medaftarkanku agar bisa mendapatkan pendidikan dasar. Rasanya, baru kemarin aku bersenda gurau dengan teman-teman SMP-ku, mendiskusikan kerajinan dari sabuk kelapa sebagai tugas prakarya kami. Rasanya, baru kemarin aku dihukum menghitung panjang lapangan basket dengan batang korek api oleh seniorku ketika mengikuti orientasi siswa baru di SMA. Rasanya, baru kemarin juga aku berpusing ria mengutak-atik rumus kalkulus di semester pertama kuliahku. Semua, rasanya baru kemarin!
Tapi itulah waktu, ia berlalu tanpa terasa. Kita diam, bergerak, tidur, berdiri, duduk, sang waktu tidak pernah berhenti menunggu kita sedetikpun, ia akan tetap berlalu tanpa pernah peduli pada apapun yang kita lakukan. Maka, merugilah orang-orang yang mengabaikannya...
Kini, di suatu hari yang Allah telah takdirkan...Tanggal kelahiranku berulang untuk ke-26 kalinya, sebuah angka yang pasti akan dihizab oleh-Nya kelak di akhirat. Maka, haruskah aku bahagiah dengan itu? Apakah aku harus berpesta dengan meniup lilin yang tertancap di atas kue tar? "Hizablah dirimu, sebelum engkau dihizab," demikian pesan Umar bin khattab radiallahu 'anhu.
Setelah shalat jum'at, aku bersimpuh. Merenungi umur yang mana yang bisa kubanggakan di hadapan-Nya? Amalan apa yang pantas aku sebut, untuk mengaku sebagai ummat Rasul-Nya? Ya Allah, hanya Rahmat dan Ampunan-Mu yang bisa menyelamatkanku...
Sungguh, hari ini terbayang berjuta maksiat yang telah kulakukan, terkenang kembali wajah orang-orang yang telah terzalimi. Maksiat yang akan menghimpit kelak di alam kubur, dan orang-orang yang akan menuntut qisas kelak di yaumil mizan... Astagfirullah...
Ya Allah, aku bersyukur akan umur yang telah Engkau karuniakan kepadaku, dan aku berharap keistiqamahan dalam hidayah-Mu....

Selengkapnya...

Rabu, 11 November 2009

Antara Syiah dan Rafidhah...

Pada hakikatnya, ada perbedaan yang sangat mendasar antara Syiah dan Rafidhah. Namun, hanya sedikit orang yang mengetahuinya, sehingga mereka gampang terpedaya oleh tipu daya kaum Rafidhah. Yang lebih gawat lagi, banyak penganut Rafidhah yang mengaku sebagai Syiah karena ketidak tahuan mereka akan hakikat Syiah dan Rafidhah...
Para ulama Ahlu Sunnah Wal-jama'ah (selanjutnya disebut sunni), sedari awal telah membedakan dengan jelas definisi Syiah dan Rafidhah.
Secara etimologis (bahasa), Syiah berarti sikap menganut tau mendukung. Jika disebut Syiah al-rijal berarti penganut atau pendukung seseorang. Sedangkan Rafidhah, berarti sempalan atau salah satu golongan dari Syiah. Secara Istilah dan syariat, Syiah berarti sikap mencintai Ali bin Abi Thalib dan memandangnya lebih utama dari sahabat lain, kecuali Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab, termasuk dalam golongan ini adalah para sahabat yang mendukung Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Sedangkan Rafidhah berarti sikap mencintai Ali bin Abi Thalib, dan menganggapnya lebih utama dibanding Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab. Sikap paling ekstrim dari penganut Rafidhah adalah rasa benci kepada Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab, atau malah memaki dan melaknat mereka. Jadi jelas, ada perbedaan mendasar antara Syiah dan Rafidhah.
Dalam Minhaj al-Sunnah, juz 1 halaman 8, mengemukakan sejarah munculnya Rafidhah. Berawal dari tampilnya Zaid bin Ali bin Husain ke gelanggang politik pada tahun 122 Hijriah, di masa akhir kekhalifaan Hisyam bin Abdul Malik. Ketika itu, Zaid ditanya pendapatnya tentang Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab. Zaid menjawabnya dengan menyatakan simpatinya kepada kedua kahlifah pertama itu, dan Zaid mendo'akan keduanya. Namun, sekelompok pengikutnya tidak menyetujui ucapannya, dan memilih meninggalkan Zaid. Zaid kemudian berkata kepada mereka, "Apakah kalian menyempal dariku?" Sejak mereka menyempal dari Zaid itulah, mereka kemudian disebut sebagai Rafidhah. Adapun kaum Syiah yang tetap setia pada Zaid, kemudian disebut Zaidiyah (Yang mendukung Zaid).
Orang-orang Syiah yang hidup se-zaman dengan Ali bin Abi Thalib, tidak pernah berselisih tentang keutamaan Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab di atas Ali bin Abi Thalib, mereka hanya berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lebih utama atas Utsman bin Affan dan sahabat lainnya.
Abul Qasim al-Balhi menceritakan, seseorang bertanya kepada Syarik bin Abdillah, "Siapa yang lebih utama antara Abu Bakar dan Ali?" Syarik bin Abdillah dengan tegas menjawab "Abu Bakar!" Ketika ditanya, mengapa ia berkata seperti itu, padahal ia memproklamirkan diri sebagai seorang Syiah, Syarik bin abdillah justru menegaskan bahwa yang tidak berkata demikian, bukanlah seorang Syiah! "Demi Allah, Ali bin Abi Thalib verkata di atas mimbar: Ingatlah, sesungguhnya ummat Islam yang terbaik setelah Rasulullah adalah Abu Bakar, kemudian Umar!" Lalu Syarik bin Abdillah bertanya balik, "Lalu kenapa anda menolak pernyataan Ali ini? Bagaimana bisa anda mendustakan Ali? Sungguh, Ali bukanlah seorang pendusta dan pembohong!"
Menurut al-Mas'udi dalam Muruj adz-Dzahab 3/220, Zaid bin Ali pernah pernah berkata kepada para pengikutnya yang menuntutnya untuk berlepas diri dari Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khattab. Kata Zaid, "Abu Bakar dan Umar itu pemimpin kakekku, maka aku tidak bisa melupakan mereka." Mendengar itu, orang-orang itupun bubar dan mejadi Rafidhah.
Jadi, sangat jelas bahwa ada perbedaan mendasar antara Syiah dan Rafidhah.
Sebagian orang sangat kaget ketika mendengar bahwa Imam Bukhari mengambil beberapa hadits dari perawi Syiah, padahal itu adalah sesuatu yang lumrah, tapi Imam Bukhari tidak pernah mengambil hadits dari perawi Rafidhah! Perlu diketahui, kaum Syiah tidak memaksakan fahamnya kepada orang lain, dan tidak membenci orang yang berbeda pemahaman dengannya. Berbeda dengan kaum Rafidhah, yang selalu mempromosikan agamanya, dan membenci orang-orang yang berbeda pemahaman dengannya.
Namun, akhir-akhir ini, orang-orang yang muncul sebagai Syiah sebenarnya adalah Rafidhah. Biasanya mereka menyebut diri mereka dengan istilah Syiah Itsna Asyariyyah (Syiah 12 Imam).
Maka, dari sini setiap kita menyebut Syiah dalam tulisan-tulisan berukutnya (Insya Allah, setelah ini, akan banyak tulisan saya yang membahas tentang Rafidhah (Syiah Itsna Asyariyyah), maka yang dimaksud adalah Rafidhah atau Syiah Itsna Asyariyyah.

Selengkapnya...

Selasa, 10 November 2009

Belajar Sabar dari Seorang Pepeng

Dengan tetap memancarkan senyumannya yang khas, pria paruh baya itu masih terbaring di tempat tidur. Di tempat itulah seorang Pepeng yang punya nama asli Ferrasta Soebardi menekuri anugerah hidup yang begitu mahal. "Allah memang Maha Sayang!" ucapnya tetap bersemangat.

Lebih dari dua tahun, mantan juara lawak mahasiswa tahun 78 ini terjebak dalam tempat tidur dan kursi roda. Sejak Juli 2005, Pepeng Allah uji dengan penyakit langka. Namanya masih asing di telinga orang kebanyakan, multiple sclerosis.

Penyakit ini menyerang susunan saraf pusat yang memunculkan terjadinya proses inflamasi dan demyelinisasi. Akibatnya, terjadi kerusakan saraf motorik, sensorik, dan otonom. Dari situlah, pria kelahiran Sumenep Madura, 23 September 1954 ini mengalami kelumpuhan.

Awalnya, Pepeng dan keluarga tidak tahu jenis penyakit yang menyerangnya. Selama kurang lebih 5 bulan, Pepeng dan keluarga diombang-ambing dengan kebingungan dan ketidakpastian.

Setelah datang ke Prof. Dr. Jusuf Misbach di RSCM, Pepeng diperiksa lebih rinci. Ada pemeriksaan tambahan yang tidak dilakukan dokter-dokter sebelumnya. Seperti, MRI, EMG, pemeriksaan cairan otak, serta pengambilan sumsung tulang belakang. Hasil pemeriksaan dikirim ke Ameriksa Serikat untuk diteliti lebih lanjut.

Pada 5 November 2005, Prof. Misbach melaporkan hasil laboratorium dari AS kepada Pepeng. Dari situlah pria yang pernah menjadi caleg Partai Keadilan Sejahtera untuk daerah pemilihan Sumenep Madura pemilu 2004 ini tahu kalau penyakitnya bernama multiple sclerosis. Hingga saat ini, belum ada obat yang bisa menyembuhkan. Kalau pun ada, hanya memperpanjang jarak kambuh.

Sejak itu, hari-hari panjang dilalui Pepeng penuh keprihatinan. Ia mencoba untuk tetap tegar dan sabar dalam menghadapi cobaan Allah yang tentu menyimpan hikmah di balik beratnya itu.

Dalam suasana hidup yang jauh dari hiruk pikuk kesibukan umumnya, ayah 4 anak ini mencoba memaknai hidup dengan lebih dalam. Ia rangkai garis demi garis peristiwa yang pernah ia alami.

Berikut penuturan Pepeng kepada Eramuslim.
Sebelum saya sakit, saya selalu road show. Aspek yang saya fokuskan adalah dalam rangka jihad i'lami, sharing informasi tapi lebih ke multmedianya. Pada tanggal 29 Mei 2007, resmi berdiri Islamic Broadcasting Forum.

Dari aspek ide, sudah bagus. Mungkin peralatan yang masih perlu peningkatan.

Saya dan isteri sudah janji. Kalau sudah enakan, mau buka lagi seperti di daerah Wanayasa Purwakarta. Melalui desa binaan itu, saya berencana mau dibuatkan radio. Subhanallah, tuh radio efektifnya bukan main dari sisi dakwah.

Banyak sekali hikmah yang ana bisa dapat selama ana sakit. Yang bener-bener sekarang saya paham, bahwa kata adalah fakta. Bukan pembentuk fakta. Kalau kecerdasan interpersonal saya, jadi saya mengoreksi diri saya, mengenali diri saya, mencari kata yang pas untuk diri saya itu salah. Berarti semua respon saya salah. Artinya, bahwa semua akhlak saya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan.

Jadi, sekarang saya ngertiii sekali, kenapa Rasulullah menganjurkan kita untuk bicara sesuai dengan bahasa kaum. Wah, ini dalem banget buat saya.

Saya kan sedang mempersiapkan diri untuk menyelesaikan S3. Tapi, belum dapet-dapet. Karena, memang di Indonesia belum ada institusi kuliah jarak jauh, kecuali UT.

Saya merenung, apa sih yang membentuk dunia ini. Setelah saya cari, ya kata. Hatta, Allah dengan firman-Nya yang absolut, mutlak benar, tidak spekulatif, tidak asumtif; itu semua kata.

Itu semua yang akhirnya membuat saya jauuuh lebih dekat kepada keluarga saya.

Saya minta maaf ke isteri saya. Ternyata selama ini, saya nggak pantes menjadi suami. Dari semua buku yang saya baca, Rasulullah belum pernah membuat susah isterinya. Rasulullah selalu menghandle dirinya sendiri.

Belakangan ini, bahkan dalam mengartikan sakit saya, dalam kalimat pun itu sangat penting bagi diri saya. Misalkan kalau saya katakan, ini adalah musibah. Kayaknya, kita terlalu kecil sampai dikasih musibah sama Allah. Wallahu a'lam, apa saya salah.

Tapi menurut apa yang saya pahami, bahwa Allah tidak menghinakan orang sakit. Justru, Allah memberikan previlej untuk orang sakit dengan selalu dekat dengan yang sakit. Dari situ, ketakutan saya jadi hilang.

Waktu luka saya membesar, saya berduaan dengan isteri saya sudah kayak profesor. Apa yang mesti saya lakukan? Kalau toh kita ke dokter, ya aspek ekonomi lah. Yang kedua, mereka akan bolongin lagi. Dan saya sudah ngalamin dibolongi sampai 18 senti.

(Penyakit yang menjangkit di tubuh Pepeng, akhir-akhir ini memunculkan luka di bagian belakang tubuh. Luka itu terus membesar dan mengeras. Karena itu, salah satu pengobatannya adalah dengan mencongkel luka itu.)

Terus saya bilang, apa saya nyerah aja ya. Nah, ini yang salah. Waktu disiapin pisau yang akan nyayat saya, isteri seperti ingin bilang, saya takut.

Ternyata, dialog kami itu salah. Kita tidak saling mendukung. Nggak mungkin saya akan maksa dia. Kedua, kalau fear factor dia masih ada, sedangkan saya sudah hilang, saya harus ngajak dia. "Ya udahlah. Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu nggak takut kan. Coba cek, congkel."

Bayangin, Allahu Akbar. Isteri saya ini baja banget. Anak-anak hampir nggak percaya kalau saya diurus oleh isteri yang sopan banget. Semuanya dia urus.

(Selama sakit, Pepeng tidak bisa menggerakkan tubuhnya kecuali bagian pusat ke atas. Karena itu, ia hanya terbaring di tempat tidur. Selama itu pulalah, semua keperluan ditangani isteri beliau. Mulai dari ganti pakaian, selimut, hingga bersih-bersih diri.)

Saya kan nggak bisa ngurus buang air besar dan kecil sendiri. Semua diurusin isteri saya. Subhanallah!

Waktu luka saya dicabut isteri saya, saya lagi tidur. Saya tanya, kenapa saya nggak dibangunin. Dia bilang, nggak. Aku takut nanti kamu panik. Saya bilang, apa iya saya kelihatan panik? Dia bilang, ya nggak lah.

Dulu kalau saya dapat komentar dari isteri saya tentang sakit saya, saya langsung down. Nyungsep. Makanya, saya mohon pada Allah, supaya diberi kecerdasan interpersonal. Ya Allah, kenalkan saya pada diri saya, supaya aku bisa mengenal takdirMu dari sudut pandang yang bagus sekali.

Jadi, dengan berkata-kata dengan Allah, selalu muncul kekuatan pada diri saya.

Jadi, walaupun saya merasakan sesuatu yang nggak enak pada diri saya, saya selalu mengucapkan, terima kasih ya Allah. Karena saya tahu itu semua merupakan proses menuju kesembuhan diri saya.

Saya yakin, dari semua ilmu yang saya pelajari, kalau ada rasa sakit yang berhenti, itu artinya ada perbaikan. Apalagi kalau sakit itu membaik.

Dari semua itu, saya selalu mengeluarkan statemen kepada Allah. Saat itu juga, ruhani saya jadi sehat. Dan kalau ruhani sehat, insya Allah, urusan jasmani jadi terasa kecil.

Jadi, di antara hikmah yang bisa saya petik, kata-kata itu luar biasa. Hati-hati sekali dengan kata-kata.

Bahkan ketika saya ngomong sama anak-anak saya, rangkaian kata-kata itu tidak harus keluar. Semua linguistik yang ada di tubuh kita program perilakunya itu ada dalam kata-kata.

Rasulullah saw. pernah melarang sahabat memarahi orang yang kencing di sebarang tempat. Soalnya, kencing itu bisa dibersihin. Tapi, hati itu sulit dibersihin.

Ketika bicara dengan anak-anak, Rasulullah selalu menyamakan tingginya dengan anak-anak. Jadi, mata dengan mata. Tidak ada superior dan imperior.

Kalau seorang anak yang sampai mendongak ketika berkomunikasi dengan orang tua, sebenarnya secara psikologis komunikasinya itu tidak jalan.

Saya perhatiin, apa yang terjadi di lingkungan kita itu pun karena ketidakbenaran susunan kata-kata.

Kita mesti punya kecerdasan untuk mengapresiasi apa pun yang ada pada diri kita saat ini. Ternyata, memang ada kecerdasan baru dalam dunia psikologi. Yaitu, kecerdasan mengapresiasi apa pun yang ada dalam diri kita.

Kecerdasan inilah yang menjadikan seseorang tidak pernah mengenal putus asa dalam hidup. Dari situ, saya simpulkan bahwa saya tidak sedang sick. Saya hanya pain.

Silakan Allah kasih apa saja buat diri saya. Dan saya akan berusaha untuk selalu bersyukur.(Era Muslim)

Selengkapnya...

Senin, 09 November 2009

Menikmati Menjadi Muslim

Ia mengaku menikmati menjadi pendeta. Sayang, dari lubuk hatinya paling dalam, tak pernah merasakan kebahagiaan. Atas izin Allah, kebahagiaan itu ia temukan dalam Islam

Suatu hari ketika Idris Tawfiq sedang memberikan kuliah di Konsulat Inggris di Kairo, ia menyatakan dengan jelas bahwa dirinya tidak menyesali masa lalunya; tentang hal-hal yang dilakukannya sebagai seorang penganut ajaran Kristiani dan kehidupannya di Vatikan selama lima tahun.

"Saya menikmati saat menjadi pendeta, menolong orang selama beberapa tahun. Namun jauh di dalam hati saya tidak bahagia, saya merasa ada sesuatu yang salah. Untungnya, dengan izin Allah, beberapa peristiwa dan kebetulan terjadi dalam hidup yang membawa saya kepada Islam," katanya kepada para hadirin yang memenuhi ruang pertemuan di Konsulat Inggris.

Tawfiq kemudian memutuskan berheni menjadi pendeta di Vatikan. Ia lalu melakukan petualangan ke Mesir.

"Saya dulu mengira Mesir itu sebuah negeri yang banyak piramidnya, unta, pasir, dan pohon palem. Saya menyewa pesawat untuk pergi ke Hurghada."

"Terkejut karena keadaan di sana sama seperti pantai-pantai Eropa, saya lantas segera mencari bis menuju ke Kairo, di mana saya mendapatkan pengalaman yang mengesankan seumur hidup"

"Itu pertama kali saya berkenalan dengan Muslim dan Islam. Saya memperhatikan orang Mesir begitu ramah, baik, tapi juga sangat kuat."

"Seperti halnya semua orang Inggris, pengetahuan saya tentang Muslim hingga saat itu tidak melebihi dari apa yang saya dengar di TV tentang bom bunuh diri dan pasukan perlawanan, yang memberikan kesan bahwa Islam adalah agama yang sering membuat masalah. Namun, ketika mengunjungi Kairo, saya menemukan betapa indahnya agama Islam ini. Orang-orang yang sangat sederhana yang berjualan di pinggir jalan, akan segera meninggalkan dagangan mereka begitu mendengar suara panggilan untuk shalat. Mereka memiliki keyakinan yang kuat terhadap keberadaan dan takdir Allah. Mereka puasa, shalat, membantu orang miskin, dan bercita-cita untuk pergi ke Makkah dengan harapan bisa mendapatkan surga di akhirat nanti," cerita Tawfiq tentang pengalamannya di Mesir.

Tawfiq melanjutkan dengan cerita sekembalinya dari Kairo.

"Ketika saya kembali dari sana, saya melanjutkan pekerjaan sebagai guru agama. Mata pelajaran yang wajib dalam pendidikan di Inggris hanyalah kajian tentang agama. Saya mengajarkan tentang agama Kristen, Yahudi, Budha, dan lainnnya. Sehingga setiap hari saya harus selalu membaca tentang agama-agama itu, agar bisa menyampaikan pelajaran kepada murid-murid, yang kebanyakan adalah pengungsi Muslim. Dengan kata lain, memberikan mata pelajaran tentang Islam, mengajarkan saya banyak hal."

Anak-anak muridnya secara tidak langsung lebih mengenalkan dirinya dengan kehidupan Muslim.

"Tidak seperti kebanyakan remaja yang membuat ulah, murid-murid itu merupakan contoh yang baik seperti apa Muslim itu. Mereka sopan dan baik, sehingga persahabatan terbangun di antara kami, dan mereka meminta izin apakah dapat menggunakan ruang kelas saya untuk shalat selama bulan Ramadhan."

"Beruntungnya, kelas saya adalah satu-satunya ruangan yang berkarpet. Jadilah saya terbiasa duduk di belakang, melihat mereka shalat selama satu bulan. Saya mencoba menyemangati dengan ikut berpuasa selama bulan Ramadhan bersama mereka, meskipun ketika itu saya belum menjadi seorang Muslim."

"Satu hari ketika saya membaca terjemahan Al-Qur'an di dalam kelas, saya sampai pada ayat: 'Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) itu yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) ....'. Tanpa saya sadari air mata pun mengalir. Saya berusaha keras untuk menyembunyikannya dari murid-murid."

Kemudian terjadi peristiwa serangan 11 September 2001. Tawfiq pun mengalami titik balik dalam hidupnya.

"Pada hari berikutnya, saya terpuruk dan melihat bagaimana orang-orang merasa ketakutan. Saya juga takut hal yang sama terjadi di Inggris. Saat itu orang-orang Barat mulai menakuti agama ini dengan menyalahkannya sebagai teroris."

"Bagaimanapun, pengalaman saya bergaul dengan Muslim memberikan pandangan yang lain. Saya mulai berpikir, 'Mengapa Islam? Mengapa kita menyalahkan Islam sebagai agama atas tindakan teror yang kebetulan dilakukan oleh orang yang beragama Islam. Sementara tidak ada orang yang menyalahkan agama Kristen sebagai teroris ketika umat Kristen melakukan hal yang sama?"

"Satu hari saya pergi ke masjid terbesar di London untuk mendengarkan lebih banyak tentang agama ini. Sesampainya di Masjid London Central (ICC), di sana ada Yusuf Islam. Mantan penyanyi pop itu duduk dalam sebuah lingkaran, berbicara kepada orang-orang mengenai Islam. Setelah beberapa saat saya bertanya kepadanya, 'Apa sebenarnya yang Anda lakukan jika ingin menjadi seorang Muslim?'"

"Ia menjawab bahwa seorang Muslim harus percaya kepada Tuhan yang Esa, shalat lima kali sehari, dan berpuasa di bulan Ramadhan."

"Saya menyelanya dengan mengatakan bahwa saya percaya semua hal itu dan bahkan saya telah ikut berpuasa di bulan Ramadhan."

"Lantas ia bertanya, 'Apa yang Anda tunggu? Apa yang membuatmu tertahan?'"

"Saya bilang kepadanya, 'Tidak, saya tidak bermaksud untuk pindah agama'"

"Saat itu terdengar panggilan untuk shalat dikumandangkan, semua orang lantas bergegas dan membentuk barisan untuk shalat."

"Saya duduk di belakang, menangis dan menangis. Kemudian saya bertanya kepada diri saya sendiri, 'Siapa yang coba saya bohongi?’"

"Setelah mereka selesai shalat, saya segera menghampiri Yususf Islam, memintanya untuk mengajarkan kalimat yang harus saya ucapkan untuk pindah agama."

"Setelah ia jelaskan makna kalimat itu dalam bahasa Inggris kepada saya, kemudian saya mengucapkan dua kalimat syahadat dalam bahasa Arab, “Tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah," cerita Tawfiq mengenai keislamannya, seraya berusaha menahan air matanya.

Sejak itu kehidupan Tawfiq berubah arah. Ia tinggal di Mesir dan menulis sebuah buku tentang dasar-dasar pemahaman tentang Islam.

Lewat bukunya Gardens of Delight: A Simple Introduction to Islam, ia ingin menjelaskan kepada dunia bahwa Islam bukanlah agama teror dan bukan agama yang berisi kebencian. Hal yang selama ini belum ada orang yang berusaha menjelaskannya.

"Maka saya putuskan untuk menulis buku itu, untuk menyampaikan kepada non-Muslim mengenai prinsip dasar Islam. Saya berusaha memberitahukan kepada orang, betapa indahnya Islam dan bahwa Islam memiliki harta kekayaan yang begitu mengagumkan. Bahwa hal terpenting menjadi seorang Muslim adalah saling mencintai. Nabi berkata, 'Bahkan sebuah senyuman kepada saudaramu adalah sedekah.'"

Tawfiq juga menulis buku tentang Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasalam, yang menurutnya agak berbeda dengan buku-buku mengenai beliau pada umumnya.

Menurut Tawfiq, "cara terbaik dan tercepat" untuk mengenalkan wajah Islam yang sesungguhnya kepada dunia adalah dengan memberikan contoh yang baik dalam kehidupan nyata. (Hidayatullah.com)

Selengkapnya...

Minggu, 08 November 2009

Sekeping "Surga" di Kebun Kopi...

Ada sebuah daerah yang terletak di antara Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Orang-orang menamakannya Kebun Kopi, tapi jangan salah, karena di sana tidak ada perkebunan kopi. Entah bagaimana asal muasal nama itu, munkin dulunya daerah itu adalah areal perkebunan kopi. Ah, itu bukan sesuatu yang penting...

Bagi saya, yang menarik dari Kebun Kopi adalah pemandangan alam yang disajikannya. Indah, mempesona mata, ditambah segarnya udara pegunungan yang membuat betah berlama-lama menikmatinya. Udaranya dingin, tidak kalah dengan Malino (Sebuah objek wisata di SulawesiSelatan), sayangnya pemerintah setempat belum melihat potensi daerah Kebun Kopi sebagai objek wisata. Padahal, kalau dikelola dengan baik, daerah ini bisa saja bersaing dengan daerah Puncak di Bogor. Bahkan daerah ini punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh Malino dan Puncak, sebagian daerah Kebun Kopi masuk dalam areal hutan lindung dengan berbagai jenis flora dan fauna yang khas, seperti kayu eboni (kayu hitam), kayu kuning, monyet, dan burung Rangkong Sulawesi (penduduk setempat menyebutnya Burung Allo) yang berbulu indah.
Tidak kalah menariknya adalah perkebunan para petani sayur yang berbentuk senkedang di lereng-lereng pebukitan, ini bisa menjadi agro wisata. Para petani menanam berbagai sayur dan buah-buahan yang mungkin tidak akan tumbuh di tempat lain, seperti wortel, kol, sawi, buncis, alpukat, dan banyak lainnya. Jadi, jangan heran kalau anda lewat, anda akan melihat banyak kios petani yang menjual sayur dan buah-buahan segar hasil kebun mereka. Eh, kalau kita beruntung, kita bisa menemukan penjaja madu lebah hutan asli, yang lansung diperas dari sarangnya....!
Kalau anda berada di sana pada waktu pagi, maka anda dapat merasakan segarnya embun pagi pegunungan yang menyegarkan. Kalau sore hari, daerah ini diselimuti kabut tipis yang memberi nuansa indah tersendiri... Tidak salah, kalau daerah ini disebut "Sekeping Surga"!

Selengkapnya...

Jumat, 30 Oktober 2009

Mufti Pegunungan LEBANON: HEZBULLAH Sama Bahayanya Dengan ISRAEL

Lebanon - Perang yang berkecamuk baru-baru ini di Lebanon sungguh sangat mengkhawatirkan. Itu mengingatkan perang saudara di sana yang dulu pernah terjadi selama bertahun-tahun. Bedanya, bila dulu terjadi antara Muslim dan Kristen Lebanon, tetapi kini terjadi antara Syi’ah yang diwakili HEZBULLAH dan Pemerintah Lebanon, yang didukung kaum SUNNI dan Kristen.

Hal inilah yang diungkapakn Syaikh Mohammed Ali Gouzou, mufti Pegunungan Lebanon (PL). Ia menegaskan, dengan ditingkatkannya serangan oleh Hezbullah di Beirut tidak lain hanya ingin menghinakan kaum SUNNI Lebanon. Ia menyatakan dengan keras, IRAN berada di balik semua apa yang terjadi di Lebanon saat ini.



Dalam keterangan persnya kepada surat kabar ‘El Watan,’ yang terbit di Kuwait, Syaikh Gouzou mengatakan, “Kengototan HEZBULLAH dalam sikap kriminalnya bertujuan untuk meletakkan tangannya atas bumi Beirut dan memaksakan persyaratannya atas pemerintah Lebanon yang sah.” Ia menilai, ancaman-ancaman yang dilontarkan Hezbullah terhadap media massa ‘Kelompok Masa Depan,’ merupakan teror resmi.

Ia menjelaskan, HEZBULLAH telah menyatakan perang membabi buta terhadap Beirut dan perkampungan yang dihuni kaum Sunni hanya karena masalah sepele, yaitu masalah adanya jaringan telepon yang mereka kelola dinyatakan ilegal oleh pemerintah. Ia menyiratkan, “Seharusnya pihak Hezbullah berdialog dengan pemerintah Lebanon dalam masalah ini ketimbang kita menemukan bergugurannya korban tewas setiap hari, seakan-akan kami adalah musuh, bukan ISRAEL.!”

IRAN Di Balik Apa Yang Terjadi Di LEBANON

Mufti PL itu menegaskan, Hasan Nasrullah, sekjen HEZBULLAH telah berubah, dari memerangi ISRAEL kini beralih membunuhi orang-orang tak berdosa dan menimbulkan isu sektarian. Ia menyatakan dengan tegas, Iran berada di balik apa yang terjadi di Lebanon, di mana senjata milik Hezbullah berikut harta bendanya berasal dari IRAN.!

Gouzou mengeritik duta besar IRAN di Lebanon karena berbicara seakan-akan merupakan salah satu pihak yang berseteru di Lebanon. Dalam waktu yang sama, ia juga mengecam permusuhan HEZBULLAH terhadap mantan presiden Lebanon yang tewas, Rafiq El Harieri yang telah membangun Lebanon.

Ia menyiratkan, Rafiq El Harieri telah memberikan bantuan yang berlimpah kepada Syi’ah, menanggung pendidikan anak-anak serta merawat korban luka dan tewas mereka. Ia bertanya-tanya, “Kenapa bandara dihentikan aktifitasnya dan perusahaan penerbangan dilarang beroperasi.?” “Kenapa permusuhan ini beralih ke Saad El Harieri (putra Rafiq El Harieri-red) setelah ayahandanya wafat.?”

Syaikh Gouzou menyatakan rasa sedihnya karena warga Lebanon kini tidak dapat lagi berjalan dengan aman di jalan raya dan merasakan kematian menunggu mereka di setiap tempat.
Ia juga menegaskan, HEZBULLAH telah menyingkap wajah terorisnya yang sangat fanatik dan keras kepala. Ia menyiratkan, HEZBULLAH ingin menghinakan kaum SUNNI.

Syaikh Gouzou juga mengingatkan umat Islam di seluruh dunia agar tidak tertipu dengan slogan-slogan ‘palsu’ HEZBULLAH.! Ia menjelaskan, HEZBULLAH bersembunyi di balik slogan perjuangan agar dapat menyusup ke jalan-jalan yang dihuni komunitas Muslim Sunni, lalu menimbulkan fitnah di setiap tempat di negeri itu.

Mufti PL itu menyudahi dengan menegaskan, HEZBULLAH amat berbahaya bagi semua orang, bukan hanya Lebanon. Karena itu, bahaya ini harus dihadapi bersama-sama, sebab bahaya yang ditimbulkannya itu tidak kurang dari bahaya yang ditimbulkan ISRAEL.!!


Selengkapnya...

Kamis, 29 Oktober 2009

Aleg Australia Gentar Melihat Pertumbuhan Komunitas Muslim

Komunitas Muslim mengalami pertumbuhan yang cepat di negara-negara non-Muslim dan membuat gentar mereka yang anti-Islam dan Muslim. Kelompok-kelompok anti-Muslim di Inggris sudah mulai menunjukkan kekhawatirannya melihat makin bertambahnya populasi Muslim di negeri itu dengan melakukan aksi-aksi protes. Di Australia, seorang anggota legislatif dari kelompok Liberal dan pernah menjadi menteri, mulai mempermasalahkan makin bertambahnya populasi Muslim di Negeri Kanguru itu.

Kevin Andrews, nama anggota legislatif itu menyerukan untuk menggelar debate tentang pesatnya pertumbuhan komunitas Muslim di Australia. "Memiliki satu etnis atau satu kelompok tertentu yang terkonstrasi di sebuah wilayah dalam jangka waktu yang lama, bukan hal yang baik," ujar Andrews dalam siaran di Radio Macquarie

Pernyataan Andrews membuat pemerintah dan kelompok oposisi di Australia bereaksi keras. Mereka menilai Andrews telah melontarkan pernyataan bernuansa rasis. Menteri Urusan Imigrasi, Chris Evans menegaskanbahwa pemerintahan Rudd (Kevin Rudd, PM Australia-red) tidak sejalan dengan pemikiran Andrews dan tidak akan terlibat dalam debat yang diusulkannya.

"Sebagai mantan menteri urusan imigrasi, Andrews seharusnya tahu bahwa program imigrasi di Australia tidak diskriminatif berdasarkan agama maupun ras," tukas Evans.

Sementara, pimpinan Green-kelompok oposisi di Australia-Bob Brown menilai Andrews tidak patut mengeluarkan pernyataan semacam itu. Partai Liberal sendiri, partai tempat Andrews bernaung, menolak dihubung-hubungkan dengan pernyataan anti-Muslim Andrew.

"Pendekatan koalisi tidak memandang orang dari warna kulit, latar belakang etnis, tapi lebih fokus pada apa yang telah mereka kontribusikan," tukas Greg Hunt, tokoh Partai Liberal.

Komunitas Muslim di Australia sudah melewati perjalanan panjang sejarah negeri itu. Komunitas Muslim sudah bermukim di Australi sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Sekarang, Islam menjadi agama kedua terbesar di Australia setelah Kristen dan penduduk Muslim di Australia meliputi 1,5 persen dari 20 juta total jumlah penduduk negei itu. (Era Muslim)

Selengkapnya...

Rabu, 28 Oktober 2009

Berhala Modern Itu Bernama Nasionalisme

Ada sebuah ayat di dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan bahwa suatu masyarakat sengaja menjadikan ”berhala” tertentu sebagai perekat hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Sedemikian rupa ”berhala” itu diagungkan sehingga para anggota masyarakat yang ”menyembahnya” merasakan tumbuhnya semacam ”kasih-sayang” di antara mereka satu sama lain.Suatu bentuk kasih-sayang yang bersifat artifisial dan temporer. Ia bukan kasih-sayang yang sejati apalagi abadi. Gambaran mengenai berhala pencipta kasih-sayang palsu ini dijelaskan berkenaan dengan kisah Nabiyullah Ibrahim ’alaihis-salam.

“Dan berkata Ibrahim ’alaihis-salam: "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu melaknati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun.” (QS Al-Ankabut ayat 25)

"Berhala-berhala" di zaman dahulu adalah berupa patung-patung yang disembah dan dijadikan sebab bersatunya mereka yang sama2 menyembah berhala patung itu padahal berhala itu merupakan produk bikinan manusia. Di zaman modern sekarang "berhala" bisa berupa aneka isme/ ideologi/ falsafah/ jalan hidup/ way of life/ sistem hidup/ pandangan hidup produk bikinan manusia.Manusia di zaman skrg juga "menyembah" berhala-berhala modern tersebut dan mereka menjadikannya sebagai "pemersatu" di antara aneka individu dan kelompok di dalam masyarakat. Berhala modern itu menciptakan semacam persatuan dan kasih-sayang yang berlaku sebatas kehidupan mereka di dunia saja. Berhala modern itu bisa memiliki nama yang beraneka-ragam. Tapi apapun namanya, satu hal yang pasti bahwa ia semua merupakan produk fikiran terbatas manusia. Ia bisa bernama Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme atau apapun selain itu.

Semenjak runtuhnya tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara ummat Islam 85 tahun yang lalu bangsa-bangsa Muslim di segenap penjuru dunia mulai menjalani kehidupan sosialberlandaskan sebuah faham yang sesungguhnya asing bagi mereka. Faham itu bernama Nasionalisme. Ketika Khilafah Islamiyyah masih tegak dan menaungi kehidupan sosial ummat, mereka menghayati bahwa hanya aqidah Islam Laa ilaha illa Allah sajalah yang mempersatukan mereka satu sama lain. Hanya aqidah inilah yang menyebabkan meleburnya sahabat Abu Bakar yang Arab dengan Salman yang berasal dari Persia dengan Bilal yang orang Ethiopia dengan Shuhaib yang berasal dari bangsa Romawi. Mereka menjalin al-ukhuwwah wal mahabbah (persaudaraan dan kasih sayang) yang menembus batas-batas suku, bangsa, warna kulit, asal tanah-air dan bahasa. Dan yang lebih penting lagi bahwa ikatan persatuan dan kesatuan yang mereka jalin menembus batas dimensi waktu sehingga tidak hanya berlaku selagi mereka masih di dunia semata, melainkan jauh sampai kehidupan di akhirat kelak. Mengapa? Karena ikatan mereka berlandaskan perlombaan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Hidup lagi Maha Abadi.

”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf ayat 67)

Orang-orang beriman tidak ingin menjalin pertemanan yang sebatas akrab di dunia namun di akhirat kemudian menjadi musuh satu sama lain. Oleh karenanya, mereka tidak akan pernah mau mengorbankan aqidahnya yang mereka yakini akan menimbulkan kasih-sayang hakiki dan abadi. Sesaatpun mereka tidak akan mau menggadaikan aqidahnya dengan faham atau ideologi selainnya. Sebab aqidah Islam merupakan pemersatu yang datang dan dijamin oleh Penciptanya pasti akan mewujudkan kehidupan berjamaah sejati dan tidak bakal mengantarkan kepada perpecahan dan bercerai-berainya jamaah tersebut.

”Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dalam jamaah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS Ali Imran ayat 103)

Sewaktu ummat Islam hidup di bawah naungan Syariat Allah dalam tatanan Khilafah Islamiyyah mereka tidak mengenal bentuk ikatan kehidupan sosial selain Al-Islam. Mereka tidak pernah membangga-banggakan perbedaan suku dan bangsa satu sama lain. Betapapun realitas suku dan bangsa memang tetap wujud, tetapi ia tidak pernah mengalahkan kuatnya ikatan aqidah di dalam masyarakat. Sedangkan setelah masing-masing negeri kaum muslimin mengikuti jejak langkah Republik Turki Modern Sekuler, maka mulailah mereka mengekor kepada dunia barat yang hidup dengan membanggakan Nasionalisme masing-masing bangsa. Padahal bangsa-bangsa Barat tidak pernah benar-benar berhasil membangun soliditas sosial melalui man-made ideology tersebut. Akhirnya bangsa-bangsa Muslim mulai sibuk mencari-cari identitas Nasionalisme-nya masing-masing. Mulailah orang Indonesia lebih bangga dengan ke-Indonesiaannya daripada ke-Islamannya. Bangsa Mesir bangga dengan ke-Mesirannya. Bangsa Saudi bangga dengan ke-Saudiannya. Bangsa Turki bangga dengan ke-Turkiannya. Lalu perlahan tapi pasti kebanggaan akan Islam sebagai perekat hakiki dan abadi kian tahun kian meluntur.

Sehingga di dalam kitab Fi Zhilalil Qur’an Asy-Syahid Sayyid Qutb rahimahullah menulis komentar mengenai surah Al-Ankabut ayat 25 di atas sebagai berikut:

Ia (Ibrahim) ’alaihis-salam berkata kepada mereka (kaumnya), “Kalian menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan selain Allah, yang kalian lakukan bukan karena kalian mempercayai dan meyakini berhaknya berhala-berhala itu untuk disembah. Namun, itu kalian lakukan karena basa-basi kalian satu sama lain, dan karena keinginan untuk menjaga hubungan baik kalian satu sama lain, untuk menyembah berhala ini. Sehingga, seorang teman tak ingin meninggalkan sesembahan temannya (ketika kebenaran tampak baginya) semata karena untuk menjaga hubungan baik di antara mereka, dengan mengorbankan kebenaran dan akidah!”

Hal ini terjadi di tengah masyarakat yang tak menjadikan akidah dengan serius. Sehingga, mereka saling berusaha menyenangkan temannya dengan mengorbankan akidahnya, dan melihat masalah akidah itu sebagai sesuatu yang lebih rendah dibandingkan jika ia harus kehilangan teman! Ini adalah keseriusan yang benar-benar serius. Keseriusan yang tak menerima peremehan, santai, atau basa-basi.

Kemudian Ibrahim’alaihis-salam menyingkapkan kepada mereka lembaran mereka di akhirat. Hubungan sesama teman yang mereka amat takut jika terganggu karena akidah, dan yang membuat mereka terpaksa menyembah berhala karena untuk menjaga hubungan itu, ternyata di akhirat menjadi permusuhan, saling kecam, dan perpecahan.

”...Kemudian di hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain)....”

Hari ketika para pengikut mengingkari orang-orang yang diikutinya, orang-orang yang dibeking mengkafirkan orang-orang yang membekingnya, setiap kelompok menuduh temannya sebagai pihak yang menyesatkannya, dan setiap orang yang sesat melaknat teman yang menyesatkannya!

Kemudian kekafiran dan saling melaknat itu tak bermanfaat sama sekali, serta tak dapat menghalangi azab bagi siapapun.

”...Dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolong pun.”

Mereka (kaumnya Nabi Ibrahim ’alaihis-salam) pernah menggunakan api untuk membakar Ibrahim ’alaihis-salam, tapi Allah kemudian membela dan menyelamatkan Ibrahim ’alaihis-salam dari api itu. Sementara mereka tak ada yang dapat menolong mereka dan tak ada keselamatan bagi mereka!

Saudaraku, marilah kita tinggalkan segala bentuk “berhala modern” yang sadar ataupun tidak selama ini kita “sembah”. Kita jadikan faham selain Islam sebagai sebuah perekat antara satu sama lain, padahal persatuan dan kasih-sayang yang dihasilkannya hanya bersifat fatamorgana. Marilah hanya AL-ISLAM yang kita jadikan "faktor pemersatu" yang pasti terjamin akan mempersatukan kita di dunia dan di akhirat. Al-Islam bukan produk manusia melainkan produk Allah Yg Maha Tahu dan Maha Sempurna pengetahuannya.

Sedemikian hebatnya pengaruh Nasionalisme sehingga sebagian orang yang mengaku berjuang untuk kepentingan ummat-pun takluk di bawah ideologi buatan manusia yang satu ini. Betapa ironisnya perjuangan para politisi Islam tatkala mereka rela untuk menunjukkan inkonsistensi-nya di hadapan seluruh ummat demi meraih penerimaan dari fihak lain yang jelas-jelas mengusung Nasionalisme. Seolah kelompok yang mengusung ideologi Islam harus siap mengorbankan apapun demi mendapatkan keridhaan kelompok yang mengusung Nasionalisme. Seolah memelihara persatuan dan soliditas berlandaskan Nasionalisme jauh lebih penting dan utama daripada mewujudkan al-ukhuwwah wal mahabbah (persaudaraan dan kasih sayang) berlandaskan aqidah Islam.

Sedemikian dalamnya faham Nasionalisme telah merasuk ke dalam hati sebagian orang yang mengaku memperjuangkan aspirasi politik Islam sehingga rela mengatakan bahwa ”Isyu penegakkan Syariat Islam merupakan isyu yang sudah usang dan tidak relevan.” Tidakkah para politisi ini menyadari bahwa ucapan mereka seperti ini bisa menyebabkan rontoknya eksistensi Syahadatain di dalam dirinya? Dengan kata lain ucapannya telah mengundang virus ke-murtad-an kepada si pengucapnya. Wa na’udzubillahi min dzaalika.

Sebagian orang berdalih bahwa jika kita mengusung syiar ”Penegakkan Syariat Islam” lalu bagaimana dengan nasib orang-orang di luar Islam? Saudaraku, disinilah tugas kita orang-orang beriman untuk mempromosikan Islam sebagai "faktor pemersatu" yg bersifat Rahmatan lil 'aalamiin. Tidakkah terasa aneh bila "mereka" bisa dan boleh dibiarkan mendikte aneka isme/ ideologi/ falsafah/ jalan hidup/ way of life/ sistem hidup/ pandangan hidup produk bikinan manusia kepada kita umat Islam, sedangkan kita umat Islam tidak mampu –bahkan kadang tidak mau- mempromosikan (baca: berda'wah) menyebarluaskan ajaran Allah kepada "mereka"? Wallahua'lam.-

”Dan Janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". (QS Ali Imran ayat 73)

Tulisan Ust. Ihsan Tandjung di Era Muslim.


Selengkapnya...