Munculnya pin dengan gambar yang diklaim sebagai wajah Rasulullah di Makassar, membuat gempar ummat Islam se-Indonesia. Bagaimana tidak, memvisualisasikan Rasulullah dalam bentuk apapun, adalah sesuatu yang TIDAK BOLEH dalam Islam. Tapi, dibalik kegelisahan ummat, muncul orang-orang yang justru mendukung visualisasi ini, pada umumnya mereka adalah orang yang mengaku-ngaku sebagai pencinta Ahlul Bait (Syiah) yang tergabung dalam berbagai organisasi. Pada dasarnya, visualisasi yang diklaim sebagai wajah Rasulullah itu bukan sesuatu yang baru, visualisasi itu banyak muncul di Internet, dan bila kita teliti melihat siapa yang memuatnya, maka kita akan tahu dari golongan mana dia..., namun bagi mereka, kampanye visualisasi itu mungkin tidak begitu berhasil, sehingga dengan sedikit spekulasi mereka berani "berkampanye" lewat pin. Sayang, justru hal tersebut mendapat penentangan dari masyarakat.
Saya membaca sebuah tulisan di sebuah blog yang dibuat oleh seorang mahasiswa Iran asal Indonesia, tentang alasan bolehnya memvisualisasikan wajah Rasulullah, tapi sungguh, saya tertawa sendiri di depan monitor komputer, karena lucunya alasan itu.
Dalam tulisannya, ia mengatakan bahwa "Kalau penulisan sejarah dibenarkan, mengapa menggambarnya disalahkan, sementara hakekatnya sama. Gambar dan tulisan adalah goresan-goresan tinta di atas kanvas. Ketika sahabat meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad saww memiliki bibir yang sempurna, tidak tebal dan tidak tipis itu adalah penilaian salah seorang sahabat, yang bisa jadi berbeda dengan sahabat yang lain. Begitupun jika digambar berdasarkan deskripsi itu. Menolak visualisasi wajah Nabi, sama halnya kita menolak riwayat-riwayat yang mendeskripsikan keindahan wajah Nabi lewat kata-kata. Apa bedanya hidung mancung dengan kata-kata, dengan hidung mancung dalam bentuk gambar? Bukankah itu sama-sama upaya pendekatan agar sebuah wajah bisa sedikit dibayangkan?." Sebenarnya, tidak perlu berfikir terlalu jauh untuk bisa menjawab bahwa deskripsi wajah nabi dengan kata-kata seperti yang banyak dilakukan para Sahabat Rasulullah tentu saja sangat berbeda dengan visualisasi wajah nabi dengan lukisan. Mari sedikit beranalogi, ketika Buku Harry Potter pertama diterbitkan, semua pembacanya punya bayangan masing-masing tentang sosok Harry Potter yang dideskripsikan JK. Rowling dalam bukunya itu. Tapi keadaan berubah setelah Harry Potter dibuat dalam bentuk film, sekarang jika kita menunjukkan foto Daniel Radcliffe dan bertanya apakah ini Harry Potter? maka umumnya akan menjawab iya, padahal sebelum filmnya beredar, tidak ada yang menyamakan antara Harry Potter dan Daniel Radcliffe, bahkan JK. Rowling sendiri mengakui, bahwa ketika menulis Harry Potter, ia tidak pernah membayangkan bahwa Harry Potter aka seganteng itu. Ya, seseorang yang mendeskripsikan bisa berbeda pandangan dengan orang lain yang memvisualisasikan, walaupun yang memvisualisasikan berdalih bahwa visualisasinya berdasarkan pada deskripsi orang tersebut. Jadi, bagaimana bisa dikatakan sama antara deskripsi dengan kata-kata dan visualisasi dengan gambar? lucu kan? Ha...ha...
Teman ini juga menulis bahwa, "pemerintah dan Ulama Iran hanya sekedar menghimbau untuk tidak meyakini secara mutlak bahwa itu benar gambar wajah Rasulullah saww, tidak ada larangan apalagi ancaman hukuman bagi yang menyimpan dan memilikinya." Saya heran pada ulama Iran, kenapa tidak melarang? Bukankah mencegah lebih utama, ketimbang "mengobati" setelah penyakitnya muncul? Dan terbukti, sebagian rakyat Iran meyakini bahwa itu adalah sketsa wajah Rasulullah, seperti yang diakui sendiri oleh penulis, "Meskipun pada dasarnya masyarakat Iran sendiri sudah kehilangan sejarah mengenai asal-usul gambar tersebut, tetap saja diantara mereka ada yang mengklaim bahwa wajah tersebut benar-benar sketsa wajah Nabi..."
Pernyataan di atas juga memunculkan tanda tanya besar, masyarakat syiah yang katanya ilmiah, begitu mudahnya mempercayai sesuatu yang fundamental dalam agama hanya berdasarkan pada praduga, sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya. Mungkin semua doktrin yang mereka fahami awalnya hanyalah praduga yang tidak jelas asal-usulnya. Hem...
Oh, iya. Dalam tulisannya yang lain, ia berpendapat bahwa banyak tradisi Syiah yang bersesuaian dengan tradisi Islam di Indonesia. Sayangnya, tradisi memvisualisasikan wajah Nabi tidak bersesuaian dengan Islam di Indonesia....
Cinta memang kadang menngelikan, dan kadang-kadang menggilakan!
Dalam tulisannya, ia mengatakan bahwa "Kalau penulisan sejarah dibenarkan, mengapa menggambarnya disalahkan, sementara hakekatnya sama. Gambar dan tulisan adalah goresan-goresan tinta di atas kanvas. Ketika sahabat meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad saww memiliki bibir yang sempurna, tidak tebal dan tidak tipis itu adalah penilaian salah seorang sahabat, yang bisa jadi berbeda dengan sahabat yang lain. Begitupun jika digambar berdasarkan deskripsi itu. Menolak visualisasi wajah Nabi, sama halnya kita menolak riwayat-riwayat yang mendeskripsikan keindahan wajah Nabi lewat kata-kata. Apa bedanya hidung mancung dengan kata-kata, dengan hidung mancung dalam bentuk gambar? Bukankah itu sama-sama upaya pendekatan agar sebuah wajah bisa sedikit dibayangkan?." Sebenarnya, tidak perlu berfikir terlalu jauh untuk bisa menjawab bahwa deskripsi wajah nabi dengan kata-kata seperti yang banyak dilakukan para Sahabat Rasulullah tentu saja sangat berbeda dengan visualisasi wajah nabi dengan lukisan. Mari sedikit beranalogi, ketika Buku Harry Potter pertama diterbitkan, semua pembacanya punya bayangan masing-masing tentang sosok Harry Potter yang dideskripsikan JK. Rowling dalam bukunya itu. Tapi keadaan berubah setelah Harry Potter dibuat dalam bentuk film, sekarang jika kita menunjukkan foto Daniel Radcliffe dan bertanya apakah ini Harry Potter? maka umumnya akan menjawab iya, padahal sebelum filmnya beredar, tidak ada yang menyamakan antara Harry Potter dan Daniel Radcliffe, bahkan JK. Rowling sendiri mengakui, bahwa ketika menulis Harry Potter, ia tidak pernah membayangkan bahwa Harry Potter aka seganteng itu. Ya, seseorang yang mendeskripsikan bisa berbeda pandangan dengan orang lain yang memvisualisasikan, walaupun yang memvisualisasikan berdalih bahwa visualisasinya berdasarkan pada deskripsi orang tersebut. Jadi, bagaimana bisa dikatakan sama antara deskripsi dengan kata-kata dan visualisasi dengan gambar? lucu kan? Ha...ha...
Teman ini juga menulis bahwa, "pemerintah dan Ulama Iran hanya sekedar menghimbau untuk tidak meyakini secara mutlak bahwa itu benar gambar wajah Rasulullah saww, tidak ada larangan apalagi ancaman hukuman bagi yang menyimpan dan memilikinya." Saya heran pada ulama Iran, kenapa tidak melarang? Bukankah mencegah lebih utama, ketimbang "mengobati" setelah penyakitnya muncul? Dan terbukti, sebagian rakyat Iran meyakini bahwa itu adalah sketsa wajah Rasulullah, seperti yang diakui sendiri oleh penulis, "Meskipun pada dasarnya masyarakat Iran sendiri sudah kehilangan sejarah mengenai asal-usul gambar tersebut, tetap saja diantara mereka ada yang mengklaim bahwa wajah tersebut benar-benar sketsa wajah Nabi..."
Pernyataan di atas juga memunculkan tanda tanya besar, masyarakat syiah yang katanya ilmiah, begitu mudahnya mempercayai sesuatu yang fundamental dalam agama hanya berdasarkan pada praduga, sesuatu yang tidak jelas asal-usulnya. Mungkin semua doktrin yang mereka fahami awalnya hanyalah praduga yang tidak jelas asal-usulnya. Hem...
Oh, iya. Dalam tulisannya yang lain, ia berpendapat bahwa banyak tradisi Syiah yang bersesuaian dengan tradisi Islam di Indonesia. Sayangnya, tradisi memvisualisasikan wajah Nabi tidak bersesuaian dengan Islam di Indonesia....
Cinta memang kadang menngelikan, dan kadang-kadang menggilakan!
0 komentar:
Posting Komentar